Selasa, 29 September 2009

GOLPUT

Sebuah Hak Politik untuk Tidak Memilih

We can not solve the problems by using the same kind of thinking we used
when we created them

(Albert Einstein)

Aroma persaingan, kasak-kusuk politik, dan adu strategi sudah sangat terasa akhir-akhir ini terkait dengan pelaksanaan PEMILU FEUI yang akan dilaksanakan sesaat lagi. Sebagaimana layaknya dengan kompetisi politik yang dilaksanakan dengan skala yang lebih luas, “kompetisi politik” ini selain memiliki nilai baik (political benefit), juga memiliki nilai buruk (political cost) yang harus ditanggung oleh setiap orang yang terlibat didalamnya. Benefit yang mungkin dapat diperoleh mahasiswa adalah harapan atas terakomodirnya aspirasi dan kepentingan mahasiswa dalam hal akademis dan non-akademis. Sedangkan cost yang juga harus ditanggung mahasiswa adalah kemungkinan untuk terpecah belahnya kesatuan mahasiswa FEUI dalam beberapa segmen politik (polarisasi kepentingan politik) yang tentunya dikhawatirkan akan menghancurkan value “solidarity forever” yang dimiliki oleh FEUI sebagai suatu institusi pendidikan terbaik di negeri ini.

Permasalahannya adalah political cost dan benefit tersebut tidak dapat di-trade off. Kedua hal tersebut harus diterima secara simultan. Mudahnya, dengan terlibat dalam PEMILU FEUI untuk memilih ketua BEM FEUI dan anggota BPM FEUI, para mahasiswa yang berharap aspirasi dan kepentingannya akan diakomodasi juga harus menanggung resiko atas terjadinya perpecahan di lingkungan kampus.

Tentu, sebagai insan intelektual yang berada dalam ruang lingkup fakultas ekonomi, alat analisa sederhana yang biasa kita gunakan untuk mengambil sebuah keputusan adalah cost and benefit analysis. Jelas, sebuah keputusan akan diambil oleh manusia yang rasional adalah ketika benefit yang diterima lebih besar dibandingkan dengan cost yang harus ditanggung, begitu juga sebaliknya.

Terkait dengan pemenuhan aspirasi dan kepentingan mahasiswa FEUI yang telah diamanatkan oleh mahasiswa kepada ketua BEM FEUI dan anggota BPM terpilih, sebagai mahasiswa yang rasional tentu kita harus menelaah kembali apakah sebenarnya aspirasi dan kepentingan mahasiswa telah diakomodir para “pemenang kompetisi politik” yang cukup bergengsi ini.
Hal pertama yang ingin saya singgung adalah tentang pemenuhan kebutuhan mahasiswa berkegiatan di kampus (kegiatan non-akademik). Tentunya setiap mahasiswa sadar bahwa setidaknya ada dua motif dalam melakukan kegiatan kemahasiswaan yakni memperluas network dan mendapatkan soft-skill. Disini perlu diakui secara jujur bahwa system akademik yang ada di fakultas ini tidak dapat mengakomodir keinginan mahasiswa secara optimal untuk mendapatkan soft skill yang dapat berguna untuk kehidupan paska kampus kelak. Metode Student Centered Learning (SCL) ataupun Problem Based Learning (PBL) yang disiapkan oleh pihak fakultas, masih dirasa sangat kurang dalam memenuhi kebutuhan akan soft-skill yang diharapkan, seperti bagaimana cara bekerja dalam tim, bekerja dengan tekanan, berkomunikasi dengan baik, time management, leadership skill, dan sebagainya. Dengan berkegiatan secara aktif, maka dengan metode pengajaran yang sudah ada ditambah dengan interaksi mereka dilapangan selama berkegiatan, dapat menjadi sebuah kombinasi yang baik dalam hal pemenuhan kan soft skill yang kita telah bicarakan tadi.

Pertanyaannya adalah mengapa harus menggunakan wadah BEM FEUI. Apakah tidak ada wadah lain yang dapat mengakomodasi kebutuhan tersebut di fakultas ini yang tidak menimbulkan resiko politik? Saya pikir, BO dan BSO adalah lembaga yang juga dapat mengakomodir kebutuhan tersebut dengan tanpa resiko politik yang pelik. Hal itu dapat terjadi karena pemilihan ketua pada lembaga-lembaga “non-politik” dilakukan secara internal. Kalaupun terdapat konflik antar calon ketua lembaga, dampak negatif yang terjadi tidaklah akan terlalu luas dibandingkan dengan konflik politik yang terjadi dalam PEMILU.

Beberapa contoh yang dapat diberikan adalah, bagi mahasiswa yang menyukai kegiatan jurnalistik dapat bergabung dengan kegiatan yang diselanggarakan oleh BOE. Dengan mengikuti kegiatan ini, mahasiswa bukan hanya mendapatkan soft skill, tetapi juga dapat menyalurkan minat dan bakat jurnalistik yang dimilikinya. Ataupun bagi mahasiswa yang menyukai kegiatan seni, ia dapat mendapatkan soft skill yang ia butuhkan sekaligus menyalurkan ninat–bakatnya dengan mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh BSO BAND. Kemudian, bagi mahasiswa yang tertarik dengan kegiatan yang berkaitan dengan pengabdian kepada masyarakat, ia dapat mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh SNF misalnya, juga kegiatan keilmuan juga telah difasilitasi oleh BSO jurusan, dan begitu seterusnya dengan BO dan BSO lain yang memiliki kekhususannya masing-masing.

Hal kedua yang juga ingin saya singgung adalah sesuatu yang berkaitan dengan kenyamanan dalam mengikuti kegiatan akademik. Saya pikir, dekanat FEUI sebagai penyelenggara pendidikan tinggi telah bekerja dengan sangat baik dalam menyediakan fasilitas yang dapat menstimulus para mahasiswa FEUI untuk mendapatkan kenyamanan dalam belajar. Hal tersebut terlihat dengan pemenuhan kebutuhan akademik akan kualitas dosen dan asisten dosen yang baik, penyediaan jurnal on-line, text book di perpustakaan yang cukup melimpah, penyediaan beasiswa, fasilitas lab computer, lembaga konsultsi karir, sampai kepada penyediaan fasilitas olahraga terbaik dalam ruang lingkup universitas.

Berangkat dari kedua kebutuhan yang telah terpenuhi tersebut, pertannyaan yang relevan untuk ditanyakan kemudian adalah mengapa harus ada BEM FEUI dan BPM FEUI ketika fungsinya telah di cover oleh lembaga-lembaga lain? Mengapa harus ada subuah resiko yang ditanggung ketika resiko tersebut sebenarnya dapat di transfer (diminimalkan)? Saya pikir, saat ini, mahasiswa FEUI tidak akan terlalu khawatir apabila BEM FEUI dan BPM FEUI dibubarkankan. Toh selama ini dampak dan peran BEM FEUI dan BPM FEUI pun kurang dirasakan oleh mahasiswa terkait pemenuhan dua kebutuhan tersebut.

Dalam tulisan ini, saya hanya ingin mengatakan bahwa pemenuhan atas aspirasi dan kepentingan mahasiswa kaitannya dengan kenyamanan dalam berkegiatan akademis dan non-akademis telah mencapai titik mature. Dalam kurva Product Life Cycle (PLC), tidak ada fase lain setelah mature, selain decline. Dalam teori tersebut, jika sebuah produk yang tetap ingin menghasilkan profit, perusahaan produk terkait haruslah melakukan proses inovasi untuk tetap memperpanjang umur produknya. Dalam teori lain disebutkan bahwa perusahaan yang ingin terus berkembang harus melompat ke kurva kedua dan keluar dari zona nyamannya (kurva pertama) dengan terus memperbaiki kualitas perusahaan dan keluar dari zona nyamannya (sigmoid curve).

Dalam hal ini, saya pikir sebagian besar hal yang menjadi substansi kebutuhan mahasiswa telah difasilitasi oleh lembaga-lembaga yang ada, baik oleh BO/BSO dan pihak dekanat. Kembali berbicara mengenai cost and benefit analysis, ketika kita dapat tetap mempertahankan substansi benefit tanpa harus mengelurkan cost (perpecahan, prasangka dan juga intrik politik), itu lebih baik dibandingkan kita harus menanggung cost dan benefit-nya secara bersama-sama. Dengan kata lain, ketika kita menganggap bahwa eksistensi BEM FEUI dan BPM FEUI sudah tidak relevan lagi dalam pemenuhan kebutuhan mahasiswa, maka mengapa harus ada PEMILU dan membiarkan beberapa ribu “suara” terbuang percuma?
Dalam kompetisi politik yang akan digelar dalam jangka waktu dekat ini, saya sangat berharap bahwa siapapun calon ketua BEM FEUI dan anggota BPM FEUI yang mencalonkan diri nantinya dapat membawa perubahan atas kejumudan kegiatan kemahasiswaan yang selama ini dilaksanakan oleh BEM FEUI dan anggota BPM FEUI. Kedepan, jika dalam pemaparan politiknya sang calon tidak dapat menunjukan kepada publik akan sebuah nilai baru yang ingin ditawarkan, maka jangan ragu untuk menggunakan hak politik kita, untuk tidak memilih…

Maaf atas segala khilaf
Makoto Shishio-060300166y-katoshimaru@yahoo.com
Pengamat-The Resistance Institute-resistanceinstitute@gmail.com

TENTANG UKHUWAH KITA

Refleksi atas persaudaraan aktivis dakwah kampus UI


Masih ingatkah kita akan cerita pembebasan status budak billal bin Rabah oleh Abu bakar atau mungkin cerita persaudaraan antara kaum muhajirin dan kaum anshar dimana mereka pada saat itu baru saling kenal. Inilah Islam, sebuah tatanan mulia lagi sempurna yang tidak hanya mengajarkan kepada kita akan urgensi merekonstruksi sejarah dan menciptakan peradaban, baru yang sesuai dengan nilai-nilai Alloh, tetapi juga Islam yang juga mengejarkan akan indahnya berkasih sayang dan mencintai saudara seiman. Inilah ukhuwah islamiyah.

Saat ini, istilah ukhuwwah islamiyah di kalangan para ikhwah sudah mulai berganti menjadi slogan-slogan tanpa arti. Semua pola hubungan berganti menjadi serba strukturalis, mengikuti aturan tandzim katanya. Tidak ada waktu untuk memperhatikan kesulitan saudaranya yang tengah ditimpa musibah karena amanah yang bertumpuk katanya. Tidak ada gairah untuk membantu karena tidak sesuai dengan job description lajnah katanya, dan tidak tahu informasi akan saudaranya yang kesulitan karena kesibukan jamaah katanya..

Lalu dimana ukhuwwah Islamiyah yang kita banggakan selama ini? Sebuah pola hubungan yang seharusnya dapat kita banggakan dalam persaingan ideologi modern saat ini. Sebuah aturan persaudaraan yang menjadi comparative adventage dalam sebuah pasar yang bernama peradaban. Dan kini kiranya, ukhuwah Islamiyah tidak lebih dari seonggok gagasan yang telah usang ditelan budaya kosmopolit yang semakin menjadi diantara kita, para ikhwah..

Mungkin kita harus bertanya kepada diri kita yang merasa mulia.. dimanakah otak yang cerdas itu, ketika IP (Indeks Prestasi) saudara kita menjadi pas-pasan karena beratnya beban dakwah yang harus dipinggul; dimanakah recehan uang mami-papi, ketika ada saudara kita yang senantiasa gundah ditengah kesulitan ekonomi yang semakin menghimpit; dan dimana perhatian dan kasih sayang itu, ketika ada perasaan sedih yang harus dihibur..

I AM A LEGEND

I AM A LEGEND
Am I ?

Nama saya Muhammad Isa,
Saya biasa dipanggil Akew, sejak SMP dulu..
Kini saya berusia 23 tahun

Sejak kecil bapakku sering berkata bahwa jangan suka menjadi orang yang biasa-biasa saja karena kalau biasa saja, kita tidak begitu dihargai dan diperhatikan orang, bapakku juga pernah berkata agar nanti kalau sudah besar nanti jangan suka jadi seorang pekerja, jadilah sebagai seseorang yang lebih bermanfaat, seperti menjadi seorang penyedia lapangan pekerjaan, menjadi seorang wiraswasta. Menjadi seorang wiraswasta disamping memiliki penghasilan yang lebih banyak daripada hanya menjadi seorang pekerja meskipun pekerja itu menempati posisi tertinggi, tetapi juga menjadi seorang wiraswasta bisa bermanfaat untuk orang lain, sebab dalam agama saya sendiri ,Islam, disebutkan bahwa seseorang yang sukses itu bukanlah seseorang yang memiliki daya finansial yang tinggi saja tetapi juga harus bermanfaat bagi masyarakat luas atau orang yang di sekitarnya. Ucapan inilah yang selalu tertanam dalam benak saya sepanjang proses kependidikan saya. Pada waktu SMA dulu tepatnya pada kelas 2 caturwulan terakhir, setiap anak mengajukan bidang studi apa yang akan dilanjutkan pada kelas 3 nanti IPA atau IPS. Kebanyakan dari teman-teman saya berpandapat bahwa orang yang masuk kelas IPS adalah anak buangan dari kelas IPA, tetapi hal-hal semacam itu tidak membuat pendirian saya untuk masuk kelas IPS dan benar saya ditempatkan di kelas IPS untuk satu tahun mendatang.

Di kelas IPS yang jumlahnya hanya 2 di sekolah saya, SMUN 81 Jakarta, kehidupan terasa lebih menyenangkan dibanding anak-anak IPA yang selalu terlihat serius dan suntuk selepas ulangan harian ataupun ulangan umum. Disanalah saya lebih menekuni mata pelajaran IPS yang mempelajari segala sesuatu yang bersifat dinamis, tidak statis, dan disana pulalah saya lebih mengenali tentang kondisi negara kita tercinta, INDONESIA. Selama lebih dari tiga dasawarsa rakyat Indonesia ternyata telah dibohongi oleh pemerintahan rezim Soeharto. Pada pemerintahannya, negara Indonesia dibuat seakan-akan sebagai negara maju yang tidak kenal akan kata kemiskinan, kemelaratan, kebodohan, dan ketidaksejahteraan. Segala istilah istilah yang dianggap menyaktikan seperti apa yang saya sudah sebut tadi diganti dengan istilah istilah yang terkesan lebih baik ataupun lebih enak di dengar, seperti istilah miskin diganti dengan prasejahtera, desa miskin diganti dengan istilah desa tertinggal, ditangkap atau diberangus diganti dengan istsilah diamankan dan masih banyak lagi istilah-istilah yang dimanipulasi demi mempertahankan kekuasaanya. Kondisi peerekonomian bangsa indonesia juga tidak bagus, karena untuk pembangunan yang negara kita lakukan selama ini sebagian besar diperoleh dari hasil pinjaman dengan negara asing atau dari lembaga keuangan internasional seperti IMF, CGI, IBRD, dan lain-lain. Lalu bagaimana dengan pemasukan dari daerah-daerah yang terdapat di Indonesia, tidak lain tidak bukan jawabanya langsung dikorupsi oleh oknnum-oknum yang berperut gendut yang sudah terbiasa memakan apa saja yang bikan miliknya.

Melihat kenyataan yang terjadi di negara saya sendiri, rasa nasionalisme dalam diri saya mulai bangkit dengan mulai berfikir dengan cara apa saya bisa berguna untuk negara saya sendiri dengan tidak mengabaikan kesejahteraan diri dan keluarga saya sendiri. Kemudian saya teringat ucapan bapak saya akan hal-hal yang terus ditanamkan didalam pikiran saya, bahwa jadi manusia itu tidak boleh menjadi yang biasa-biasa saja tetapi juga harus bisa bermanfaat untuk orang di sekitarnya. Melihat kenyataan pahit seperti itu yang dialami oleh bangsa Indonesia, semakin meyakinkan saya akan cita-cita saya dahulu, menjadi seorang wiraswasta. Dengan persepsi seperti itu semakin jelaslah arak pendidikan saya nantinya, bahwa saya harus menjadi seorang orang yang bergelut dalam bidang ekonomi baik apakah itu Akuntansi, Manajemen, ataupun yang berhubungan dengan ekonomi pemerintahan.

Hari-hari menjelang SPMB pun sudah dekat,tidak terasa sudah H-30 hari, ketita mengikuti bimbingan belajarpun saya diarahkan untuk memilih universitas dengan jurusan yang benar-benar saya inginkan dengan tidak mengabikan syarat nilai yang diperlukan dalam memasuki universitas tersebut. Dalam hal ini saya memilih Universitas Indonesia dan Universitas Padjajaran dengan jurusan manajemen sebagai universitas yang saya akan masuki dikemudian hari kelak. Saya sangat menyadari untuk memasuki kedua universitas terbaik tersebut tidaklah mudah, dibutuhkan usaha ekstra untuk bisa mendapatkannya, terlebih lagi pada universitas Indonesia, yang memiliki standard nilai yang cukup besar dan tentu saja saingan yang sangat banyak. Tetapi Alloh SWT telah menggariskan sesuatu yang luar biasa, kemudian pada hari pengumuman SPMB yang sangat di nantikan oleh banyak pelajar di seluruh Indonesia tercantumlah nama saya untuk menjadi calon mahasiswa Universitas Indonesia dengan jurusan manajemen. Saya pribadi dan seluruh kelarga menyambutnya dengan suka cita dan penuh rasa haru, tetapi saya menyadari bahwa nikmat yang telah diberikan Alloh SWT tidaklah mempunyai maksud dibelakangnya. Setelah hari yang sangat menentukan ini saya secara otomatis diberi tanggung jawab yang lebih besar dibanding teman-teman seperjuangan saya yang tidak berhasil mendapatkan apa yang dicitacitakannya, yaitu menjadi seseorang yang berguna bagi diri saya sendiri, keluarga, agama, masyarakat, bangsa, dan negara.

Hari demi hari berganti begitu cepat, dengan memasuki lingkungan baru yang saya tidak kenal sebelumnya, yaitu lingkungan kempus. Disana para mahasiswa tidak bisa bersantai ria untuk mendapatkan nilai yang bagus, para mahasiswa dituntut lebih proaktif dalam menjalani proses-proses yang berlangsung disekitarnya. Hal ini sangatlah berbeda dengan kehidupan di SMU dahulu dimana guru lebih berperan dalam mengurusi segala proses akademik yang kita jalani dalam proses belajar mengajar. Dengan adanya kehidupan baru yang sangat berbeda membuat saya lebih terpacu untuk berbuat lebih demi Rabb yang menciptakan seluruh alam raya ini dan lingkungan baru saya yaitu lingkungan keluarga besar Universitas Indonesia.

Dengan adanya kejelasan tekad, saya berusaha untuk menjadi seorang mahasiswa yang mahasiswa yang idealis yang tidak menyimpang dari jalanNya, berusaha berperan akktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan dan UKM yang terdapat di UI, dan juga saya berharap untuk menjadi seorang mahasiswa yang berprestasi dalam lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Setelah mendaftar di UKM MAPALA UI saya berharap dapat lebih mengenal kondisi ciptaan Alloh yang sudah banyak dirusak oleh tangan-tangan jail yang tidak bertanggung jawab dan juga menjadi seseorang yang berdaya tahan tinggi meskipun berada dalam kondisi terjelekpun. Saya juga berencana untuk terlibat aktif dalam kelembagaan BEM UI yang notabene sebagai lembaga kemahasiswaan yang cukup terpandang di negri ini, dan juga melalui MSS FE UI saya akan berusaha menjadi seorang yang dapat mengatur suatu perusahaan dan juga menjadi seorang pengusaha yang dapat memberikan suatu yang lebih untuk Indonesia, sesuai dengan tujuanya, bahwa MSS didirikan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak jurusan manajemen. Untuk menjadi seseorang yang berprestasi di FEUI tidaklah mudah apalagi dengan berbagai macam kegiatan yang diikutinya. Oleh kerena itu sebagai seorang mahasiswa saya harus bisa mengendalikan dan mengatur waktu yang saya miliki sehingga apa yang saya cita-citakan dapat terwujud. Bukankah di dalam Al-Quran telah diatur tentang pemanfaatan waktu dalam surat Al-Asr, dan sudah kita ketahui bersama bahwa salah seorang sahabat rasulullah, Umar bin Khatab pernah berkata bahwa waktu itu ibarat pedang’ jika kamu tidak bisa mengaturnya kelak kamu akan tertebas oleh waktumu sendiri.

Saya sangat berharap, selama 4 tahun kedepan di lingkungan FEUI saya dapat mengatur waktu saya dengan sebaik-baiknya, sehingga sebagai seorang agen perubah (agent of change) ataupun sebagai seorang yang diharapkan dapat menjadi Cadangan keras (iron stock) saya bisa terus maju dan berkembang dalam bakat dan minat saya tanpa mengesampingkan faktor akademis saya sendiri. Saya juga akan berusaha melakukan sesuatu yang dapat melatih saya dalam menerapkan disiplin ilmu manajemen yang saya geluti ini dengan melakukan usaha dagang kecil-kecilan ataupun berusaha magang di sustu perusahaan tertentu sehingga kemampuan saya dapat bertambah dan terus bertambah sehingga saya bisa menjadi sosok seorang mahasiswa UI yang tidak biasa-biasa saja, juga dapat menyenangkan orang tua saya yang telah mendidik saya dan membimbing saya hingga bisa seperti ini. Oleh kerena itu saya akan berusaha sebaik baiknya agar prosesi kependidikan saya di FEUI ini dapat berguna untuk Agama, bangsa, dan negara.

TENTANG PEMIMPIN MAHSISWA

Kepengurusan Senat Mahasiswa FEUI (SM-FEUI) dan Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) tidak lama lagi akan segera berakhir. Hiruk pikuk “kompetisi politik” yang terjadi di fakultas kita tercinta, Fakultas ekonomi Universitas Indonesia, semakin hangat dari hari ke hari. Meskipun mengalami penurunan jumlah kandidat yang berpartisipasi dalam acara ini, dengan 2 orang CKSM (Calon Ketua Senat Mahasiswa) dan 9 orang CBPM (Calon Badan Perwakilan Mahasiswa), disisi lain PEMILU FEUI tahun ini dirasakan lebih meriah dan semarak dengan parameter banyaknya mahasiswa yang turut berpartisipasi dalam setiap kampanye yang diadakan oleh panitia PEMILU.
Namun, ketika kita mau sedikit bepikir kritis kitapun bertanya-tanya untuk apa para kandidat dan panitia PEMILU bersikeras untuk “bersibuk-ria” mengalokasikan tidak sedikit waktu dan uangnya untuk event tahunan seperti ini. Mungkin banyak orang yang belum mengetahuinya, tapi yang saya tahu jawabannya cukup sederhana, yakni ingin membuat organisasi kemahasiswaan di FEUI menjadi semakin baik dari tahun ke tahun dimana keberadaan kita dalam organisasi tersebut dapat memberikan manfaat untuk orang lain dan lingkungan di sekitar kita dan juga tentunya ingin membuktikan kepada masyarakat Indonesia bahwa mahasiswa FEUI adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pencipataan peradaban dunia.

Akan terlalu utopis dan inkonsisten ketika kita bicara tentang penciptaan peradaban dunia tetapi di lain pihak negara kita sendiri, Indonesia, masih belum lepas dari kesengsaraan menahun lagi kronis yang sulit untuk diobati. Kita dapat melihat realita yang sekarang berkembang di Negara ini mulai dari kemiskinan, kebodohan, pembangunan yang tidak merata, sampai kepada imperialisme gaya baru yang tetap menjadikan rakyat Indonesaia tidak dapat menadi “raja” di negerinya sendiri. Sekarang siapa yang dapat kita kambing-hitamkan, Apakah pemimpin dan politikus bangsa ini yang hanya mementingkan golongannya saja Ataukah para orang cerdas di Negara ini yang hanya berorientasi untuk menjadi “buruh berdasi” di Multinational Corporation. Yang pasti, waktu kita akan terbuang percuma ketika kita mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Seharusnya yang harus kita tanyakan kepada diri kita sendiri adalah apakah kita sudah menjadi figur manusia yang bermanfaat bagi orang lain ataukah jangan-jangan kita sendiri yang menjadi peghambat kemajuan bangsa yang dicitakan, menjadi bangsa yang beradab (civil society).

Kehidupan berpolitik di Fakultas Ekonomi UI adalah miniatur dari gegap-gempitanya kehidupan politik nasional Negara ini, meskipun dalam kehidupan berpolitik mahasiswa kita masih “dilindungi” oleh semangat idealisme yang tidak mudah terkotori oleh hal-hal pragmatis seperti uang dan jabatan. Dari sinilah langkah awal untuk menuju sebuah bangsa yang beradab dimulai. Di fakultas inilah para mahasiswa, yang notabene akan menjadi pemimpin bangsa kelak, diberi kesempatan untuk mengejawantahkan idealisme yang dimilikinya untuk membangun sebuah kehidupan fakultas yang lebih baik terlebih dahulu sebelum menggapai Indonesia yang lebih beradab.Dalam pembahasan kali ini saya akan mencoba lebih mengkhususkan tentang karakteristik ideal seorang pemimpin publik yang ada di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Saya yakin, setiap manusia ditakdirkan untuk menjadi seorang pemimpin, setidaknya untuk dirinya sendiri. Dalam PEMILU FEUI, sudah pasti setiap kandidat yang mencalonkan diri untuk menjdi KSM (Ketua Senat Mahasiswa) ataupun anggota BPM harus diposisikan sebagai seorang calon pemimpin mahasiswa. Seperti sudah saya singgung sebelumnya bahwa Fakultas Ekonomi UI tak ubah layaknya miniatur negara kita dimana setiap fungsi kenegaraan diimplementasikan dalam ruang lingkup yang lebih kecil dan kompleksitas yang lebih rendah, meskipun memiliki substansi yang hampir sama. Proses kepemimpinan sebuah bangsa seharusnya dimulai saat ini, dalam ruang lingkup yang tidak begitu luas, di Fakultas terbaik yang menyandang nama bangsa.
Karakteristik yang pertama adalah cerdas. Cerdas disini sama sekali tidak diidentikan dengan kemampuan seseorang yang memiliki kapabilitas intelektual tinggi sehingga memliki indeks prestasi yang baik, terlebih lagi cerdas tidak diidentikan kepada sikap hidup menyendiri dan hanya bergaul pada ruang pasif dengan buku dan jurnal di perpustakaan. Cerdas disini didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat menyeimbangkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yang dimilikinya sehingga dapat menyatu dengan lingkungan dimana ia tinggal sehingga keberadaanya dapat bermanfaat bagi orang lain. Cerdas disini juga dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat menganalisa dan mengidentifikasi setiap aspek yang ada di dalam diri dan lingkungannya sehingga ia dapat merancang segala sesuatu sesuai keinginan yang dicitakan. Dalam konteks inipula kita bicara mengenai sosok pemimpin yang mimiliki visi yang jelas sehingga ia tahu akan arah perjuangan dan pengabdian yang dilakukannnya nanti.

Definisi lain menyebutkan bahwa seseorang yang cerdas adalah figur manusia yang dapat mengendalikan keadaan, bukan dikendalikan oleh keadaan. Dimanapun kita berada, perubahan pasti menjadi suatu keniscayaan yang tidak dapat dielakan. Kita tidak dapat lari dari perubahan, yang dapat kita lakukan hanya beradaptsi dengan peradaban tersebut dengan tetap mempertahankan substansi. Kondisi yang berubah dan terus berubah tentunya juga akan terjadi di FEUI, baik dari segi peraturan yang ada, beban akademis, iklim organisasi kemahasiswaan ataupun hal lainnya yang bersinggungan langsung dengan kehidupan kemahasiswaan. Seorang pemimpin yang cerdas haruslah dapat mengendalikan setiap perubahan yang ada dengan terus berpikir secara inovatif dan bergerak secara progresif sehingga tetap dapat mempertahankan substansi atas kondisi yang telah berubah tersebut.

Karakteristik selanjutnya adalah ikhlas. Ikhlas disini didefinisikan sebagai sikap yang berorientasi hanya untuk mendapatkan Ridha Alloh dalam melakukan segala sesuatu. Saya percaya bahwa paradigma (konsep berpikir) akan berbanding lurus kepada motivasi dan motivasi inilah yang akan berdampak langsung kepada tindakan. Dalam konteks ini, seseorang yang melakukan segala sesuatunya dengan ikhlas maka ia akan mempersembahkan yang terbaik yang dapat ia perbuat untuk Tuhannya tanpa mengharapkan pujian dan insentif dari orang lain. Dengan sikap inilah maka seseorang akan terus akan memperbaharui semangatnya yang hampir pudar, terus mengevaluasi setiap tindak tanduknya, dan setidaknya dengan sikap ikhlas inilah seseorang dapat terhindar dari rasa kecewa yang cenderung subjektif.

Karakteristik yang terakhir adalah berani. Berani dapat didefinisikan dengan berbagai macam hal. Akan tetapi yang saya maksud dengan berani disini adalah sikap konsisten akan setiap prinsip yang dimiliki serta keinginan untuk selalu berfikir dan bertindak progresif (maju) dalam keadaan apapun. Sebagai contoh kita tahu bahwa dalam setiap organisasi, terlebih lagi organisasi politik, akan banyak sekali perbedaan yang akan ditemui mulai dari perbedaan orientasi politik sampai kepada perbedaan kepentingan yang biasanya menjadi sumber konflik. Saat inilah sikap berani memiliki peran yang besar dalam setiap pengambilan keputusan diantara banyaknya perbadaan kepentingan dan orientasi politik yang ada. Sikap beranipun tidak dapat berdiri sendiri. Sikap berani harus disertai dengan kejujuran hati dan objektifitas sehingga keputusan yang diambil ataupun tindakan yang dilakukan menjadi suatu hal terbaik, meskipun kita tahu bahwa tidak ada keputusan dan tindakan yang dapat memuaskan semua pihak.

Beberapa hari kedepan, pelaksanaan pesta demokrasi di Fakultas ini akan berakhir. Terlepas dari siapapun yang nantinya terpilih menjadi Ketua Senat Mahasiswa FEUI dan anggota Badan Perwakilan Mahasiswa FEUI, tentunya kita semua sebagai mahasiswa FEUI menginginkan kondisi ke-fakultas-an – khususnya yang berkaitan dengan organisasi dan kegiatan kemahasiswaan – yang lebih baik dari periode sebelumnya, karena disinilah perubahan itu dimulai dan idealisme itu ditempa…

ONANI INTELEKTUAL

“Pemuda mempunyai kewajiban yang aktif dalam perjuangan bangsa kita di masa sekarang. Pemuda berhadapan dengan soal-soal yang praktis dan kongkrit, tidak hanya dengan soal-soal yang mengenai cita-cita saja”
(Mohammad Hatta)

“…tidak sekedar produk kondisi objektif zamannya semata. Dia adalah penggagas masa depan. Dia melakukan suatu transendensi sosial-historis. Dia mencoba menyibak keterkungkungan zamannya dengan cara mengusahakan arus alternatif. Kehadirannya memungkinkan terjadinya dialektika sejarah yang akan menuju kualitas baru bagi zamannya”
(Wilhelm Hegel)


Sebuah berita hangat dalam kehidupan kemahasiswaan di FEUI. Baru-baru ini Departemen Kastrat BEM FEUI (Dept. Kajian Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa FEUI) menggagas berdirinya CONFIRM (Community for Indonesian Reform) sebagai wadah diskusi para mahasiswa mengenai isu-isu aktual dan strategis di negeri ini. Seperti yang telah dikemukakan dalam media publikasinya, wadah diskusi yang baru saja didirikan ini kurang lebih ingin melanjutkan kembali romantisme intelektual yang dahulu pernah dirintis oleh para senior di kampus ini seperti klub diskusi Hatta yang didirikan oleh Prof. Emil Salim dan juga Klub Diskusi UI yang didirikan oleh Prof. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti semasa muda dulu. Dalam Media publikasi CONFIRM yang di sebarluaskan ke seluruh fakultas Ekonomi UI, juga dikatakan oleh fungsionaris Departemen Kastrat BEM FEUI bahwa, “Sudah saatnya otak yang berbicara bukan berpanas-panasan ditengah jalan namun berdiskusi demi secercah solusi”.

Metode Pergerakan Mahasiswa
Seharusnya setiap kita menyadari bahwa tidaklah bijaksana ketika melakukan dikotomi antara aksi turun ke jalan dan berdiskusi ala mahasiswa, terlebih lagi hal ini disuarakan oleh sebuah departemen dari lembaga politik kemahasiswaan yang seharusnya dapat memperjuangkan aspirasi dari level grass root (masyarakat) ke level yang lebih elit. Proses diskusi adalah salah satu proses dari pergerakan kemahasiswaan untuk menganalisa dan memberikan rekomendasi kepada pihak terkait atas sebuah permasalahan yang terjadi. Tentunya ketika kita membahas dalam terminologi pergerakan kemahasiswaan, kita sepakat bahwa asas yang dipergunakan adalah berlandaskan moral dan intelektual. Bukan sekedar aksi masa tanpa otak.

Namun, proses ini belumlah berakhir. Seperti yang kita pahami bersama bahwa pergerakan ini bukanlah sebagai upaya unjuk diri dan upaya untuk memperlihatkan kekuatan akan status terpelajar yang dimiliki. Pergerakan kemahasiswaan dilakukan tidak lain adalah sebagai perwujudan kongkret rasa cinta yang amat mendalam kepada bangsa dan negara yang dikemas dalam bingkai idealisme seorang mahasiswa yang bergerak mengusung nilai atas nama moral dan kemampuan intelektual yang dimilikinya. Atas dasar inilah maka sebuah konsepsi tentang masa depan harus diperjuangkan dengan berbagai cara untuk mewujudkan kondisi yang lebih baik. Berbagai macam cara bisa dilakukan, diantaranya adalah dengan beraudiensi atau berdiplomasi dengan pihak terkait untuk menuntut suatu hal, berupaya mensosialsasikan suatu isu strategis tertentu kepada masyarakat, sampai dengan hal yang paling umum kita kenal dengan cara aksi turun ke jalan. Seluruh hal yang dijabarkan tersebut tidak lain adalah sebagai tindak lanjut atas sebuah konsepsi dan ide yang telah dibentuk atas proses diskusi yang telah dilakukan.

Justru dalam proses inilah, keteguhan hati atas sebuah perjuangan yang dilakukan oleh mahasiswa untuk mewujudkan sebuah situasi ideal kemudian ditempa. Dibutuhkan berbagai macam sarana perjuangan dan juga soft skill, yang tidak diajarkan semasa perkuliahan, dalam rangka merealisasikan seluruh ide intelektual yang tengah diusung. Bahkan dalam beberapa kesempatan, dibutuhkan tetesan darah, keringat dan air mata sebagai bumbu atas perjuangan yang dilakukan. Beberapa kasus di dalam dan luar negeri dapat dijadikan contoh seperti Pergolakan mahasiswa China di lapangan Tiananmen dan people power di Filipina yang dilakukan untuk menentang rezim pemerintah yang otoriter dan menyimpang. Juga berbagai macam pergerakan yang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia dari perjuangan mahasiswa tahun ’66 yang bertujuan untuk menggulingkan kekauasaan otoriter rezim soekarno, tahun ’74 dengan peristiwa MALARI sebagai bentuk protes mahasiswa akan inkonsistensi para pemimpin negara dalam hal bekerja sama dengan bangsa lain, demonstrasi akbar tahun ’98 dengan agenda reformasinya dan juga pergerakan besar mahasiswa tahun 2002 atas kasus akbar tanjung.

Setelah konsepsi dan ide telah tersampaikan, proses selanjutnya yang harus dilakukan oleh mahasiswa, sebagai insan intelektual yang relatif bebas kepentingan politik praktis, adalah dengan melakukan pengawasan atas kebijakan yang telah diambil. Dengan proses terakhir inilah pergerakan kemahasiswaan sudah seharusnya dapat dijadikan salah satu pilar politik untuk mewujudkan sistem check and balances yang baik dan berkelanjutan dalam sebuah negara selain lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan pers yang telah ada sebelumnya

Dengan ketiga proses inilah – diskusi, memperjuangkan aspirasi dan juga pengontrolan atas kebijakan – menjadi ”paket” pergerakan politik mahasiswa Indonesia dalam mewujudkan Indonesia menjadi negara yang berdaulat, adil dan makmur sesuai dengan apa yang telah dicitakan oleh para founding father negara ini.

Seperti yang tersirat dalam ucapan Hatta dan Hegel; sebuah ilmu tidak akan berarti tampa amal, sebuah wacana tidak akan berguna tanpa tindak, dan sebuah cita tidak akan efektif tanpa aksi. Beginilah seharusnya mahasiswa Indonesia menyikapi sebuah pergerakan. Bergerak dengan menggunakan hati nurani dan kecerdasan pikirannya. Bergerak dengan berusaha menangkap aspirasi dari akar rumput dan memperjuangkannya dalam rangka mewujudkan Indonesia yang lebih beradab. Tidak sekedar beronani intelektual, hanya memuaskan diri sendiri...

Maaf atas segala khilaf

SUBSIDI BBM

Antara Kebutuhan Jangka Pendek dan Kepentingan Jangka Panjang

“…memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia…”
(Pembukaan UUD 1945)

Terhitung semenjak harga minyak dunia meningkat menjadi $ 135/barel, maka dalam rangka untuk menuelamatkan APBN pemerintah Republik Indonesia melakukan menyesuaian harga BBM (Bahan Bakar Minyak). Penyesuaian harga tersebuat dengan naiknya harga bensin premium dari Rp 4500/liter menjadi Rp 6000/liter, solar dari Rp 4300/liter menjadi Rp 5500/liter dan harga muinyak tanah premium dari Rp 2000/liter menjadi Rp 2500/liter. Kenaikan tersebut secara rata-rata meningkat 28.7% dari harga semula yang berlaku efektif sejak pulul 00.00 WIB hari sabtu, 24 Mei 2008. (KOMPAS, 24 Mei 2008)

Salah satu landasan mengapa pemerintah berani mengambil kebijakan yang tergolong tidak populer ini adalah karena menurut data yang ada disebutkan bahwa produksi minyak nasional terus mengalami penurunan sedangkan konsumsi BBM relative semakin tinggi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 produksi minyak nasional mencapai 517,42 juta berel dan saat ini pada tahun 2008 jumlah produksi minyak nasional (masih dalam proses) hanya mencapai 84,82 juta berel. Bandiangkan dengan kebutuhan BBM dalam negeri mencapai 392 juta barel. Keadaan ini diperparah dengan kilang minyak yang ada tidak mampu mengolah minyak mentah menjadi BBM sesuai dengan standar kebutuhan dalam negeri. Dalam rangka mencukupi kebutuhan BBM dalam negeri yang cenderung meningkat dan lifting (produksi) minyak yang terus menurun, akhirnya pemerintah melakukan kebijakan impor minyak mentah sebesar 116 juta barel dan mengimpor BBM secara langsung sebesar 150 juta berel. Tentunya kita ketahui bersema bahwa harga yang dipergunakan untuk mengimpor minyak tersebut adalah berdasarkan harga pasar Internasional. Dari 392 juta barel yang menjadi kebutuhan dalam negeri tersebut, 214 juta berel (54.5%) diperuntukan untuk transportasi, 62 juta barel (15.8 %) diperuntukan untuk kebutuhan rumah tangga, 50 juta barel (12.7 %) diperuntukan untuk kebutuhan Industri dan 68 juta barel (17.3 %) diperuntukan untuk kebutuhan pembangkit listrik(KOMPAS 30 Mei 2008).

Dari data diatas dapat diketahui bahwa hanya sebesar 15.8% yang dipergunakan langsung untuk kepentingan rakyat miskin untuk keperluan rumah tangga mereka. Maka tidak heran pemerintah mengutarakan bahwa konsumsi BBM yang dipergunakan oleh orang kaya sebesar 80% dari total konsumsi BBM. (KOMPAS 27 Mei). Atas dasar tersebutlah akhirnya pemerintah mengambil keputusan untuk menaikan harga BBM dengan mencabut subsidi BBM yang sudah dipertahankan sejak tahun 2005 silam.
Kenyataan yang juga harus diketahui adalah bahwa meskipun sebagian besar konsumsi BBM dinikmati oleh orang kaya, secara umum BBM juga dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat menengah kebawah sebagai konsumsi untuk memenuhi kebuatuhan rumah tangga mereka. Dalam pemantauan langsung dilapangan, harga beras untuk semua jenis naik rata-rata Rp 100- Rp 200 per kg, HET minyak tanah naik 12.75%, dan berbagai kenaikan harga barang kebutuhan pokok lain yang tentunya bervariasi. Naiknya harga kebutuhan pokok yang tidak diimbangi dengan naiknya pendapatan rakyat menengah kebawah tentunya menjadikan semakin kecilnya daya beli yang mereka miliki. Lebih jauh lagi, para ekonom dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) menyatakan bahwa dengan naiknya harga BBM menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan yang ada di Indonesia menjadi 21.9 persen atau 41.7 juta jiwa.

Pemerintah Indonesia sebagai eksekutor atas amanah rakyat yang dituangkan dalam UUD 1945 tentunya sedang menghadapi dilemma yang sangat besar. Disatu sisi, pemerintah tentu saja ingin menjalankan amanah bangsa dengan tetap terus mensejahterakan rakyat. Dilain pihak, kenaikan harga minyak dunia yang semakin tinggi memaksa pemerintah juga harus melakukan penyesuaian harga BBM dalam negeri untuk menyelamatkan APBN. Tercatat bahwa sebelum pemerintah mencabut subsidi BBM, harga BBM di Indonesia merupakan harga minyak yang termurah di Asia. (KOMPAS, 27 mei 2008).

kebijakan pemerintah yang tidak populer ini tentu menuai kritik dari berbagai macam pihak. Tentunya Pemerintah, dalam hal ini departeman keuangan, telah mempersiapkan kebijakan pengamanan sementara dengan program BLT (Bantuan langsung Tunai) untuk mengkonversi kenaikan belanja rata-rata Rp 50.000 – Rp 70.000 per bulan kepada rakyat miskin yang sesuai dengan keriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan perhitungan ini pemerintah kemudian menetapkan jumlah uang yang dibagikan dalam Program BLT sebesar Rp 100.000 per bulan.

Pertanyaan yang seharusnya dilontarkan oleh seluruh insane akdemik adalah apakah dengan BLT (Bantuan langsung Tunai) sebesar Rp 100.000 per bulan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, ditambah lagi akan beakhirnya kebijakan ini sampai dengan bulan Desember 2008. Apakah BLT menjadi solusi kongkrit dalam memecahkan permasalahan yang sangat meresahkan rakyat kecil sekarang ini.

Solusi untuk Rakyat

Seperti kita ketahui bersama bahwa kebijakan untuk menurunkan subsidi BBM terkait dengan kebijakan fiskal yang diatur oleh Departemen Keuangan dengan APBN sebagai instrumennya. Ketika BBM tetap di subsidi oleh pemerintah, dengan asumsi pendapatan pemerintah tetap, maka terdapat dua hal yang paling mungkin akan terjadi yakni yang pertama adalah meningkatnya jumlah pengeluaran pemerintah yang pada akhirnya akan menyebabkan financing atas APBM menjadi meningkat yang artinya hutang pemerintah akan bertambah dan yang kedua adalah meningkatnya proporsi pos pengeluaran pemerintah untuk subsidi dan berkurangnya pos-pos pengeluaran yang lain. Terlepas dari kedua kemungkinan yang mungkin akan terjadi, dengan tetap mensubsidi BBM maka pemerintah Indonesia sebagai pihak yang memiliki otoritas fiskal akan mengalami penurunan kredibilitas yang nantinya akan berdampak pada berbagai macam sektor seperti nenurunya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah atas Surat Utang Negara yang dijualnya dan berbagai dampak lain yang kita semua tidak kehendaki (bi..tolong cari lagi OK!).

Berdasarkan perhitungan jangka pendek, keputusan pemerintah untuk mencabut subsidi BBM dan mengkonversinya dengan BLT sudah cukup baik. Namun, berdasarkan analisa jangka panjang, keputusan pemerintah ini masih belum cukup untuk membawa rakyat Indosesia kearah kesejahteraan, apalagi menghancurkian disparitas ekonomi dan sosial yang ada saat ini. Perlu beberpa langkah lanjutan yang harus dilakukan pemerintah, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

Pertama, Efisiensikan pengeluaran APBN terutama pada sektor belanja pegawai depertemen dan lembaga pemerintahan baik yang ada di pusat ataupun di daerah. Lebih lanjut menurut data yang ada, disebatkan bahwa kebocoran anggaran dalam pengadaan barang dan jasa disebutkan oleh KPK mencapai 30%. Dalam APBN dicantumkan bahwa anggaran untuk pengadaan barang dan jasa adalah sebesar 600 trilyun. Dapat disimpulkan jika efisiensi dan kebocoran dari sector ini saja dapat menghemat pengeluaran Negara sebesar 150 triliun. (kompas dan hukumonline.com 1 November 2007)

Kedua, Dalam rangka meningkatkan daya beli masyarakat, pemerintah harus melakukan ekspansi fiskal dengan membuat proyek-proyek pembangunan ataupun hal lain yang bersifat padat karya sehingga dapat menyerap tenaga kerja. Dengan meningkatnya penyerapan tenaga kerja, diharpkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat (terutama masyarakat menengah kebawah) yang selanjutnya seperti kita ketahui bersama dengan meningkatnya daya beli masyarakat, perekonomian negara ini akan kembali bekerja secara normal. Dengan pengaturan yang baik dari segi moneter dan fiscal oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan Depertemen Keuangan dengan otoritas fiskalnya, berjalannya perekonomian Indonesia secara normal akan menyebabkan meningkatnya GDP yang disusul dengan meningkatnya pendapatan per kapita yang tentusaja berberengan dengan meningkatnya pertumbuhan.
Ketiga, Berdayakan dan berikan perhatian serius kepada pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebagai sector usaha yang dapat menggerakan perekonomian masyarakat tingkat bawah secara riil. Perhatian dan pengembangan yang dapat dilakukan oleh pemerintah dapat difokuskan dalam dua hal yakni pemberian informasi terkait usaha yang akan dijalani dan pemberian dana usaha bagi rakyat kecil. Ketika kedua hal ini dilakukan, kemandirian dalam tataran akan rumput (grass root) menjadi lebih dapat terealisasi.

Keempat, berlakukan pajak barang mewah, termasuk mobil mewah dan pajak bagi perusahaan minyak yang mendapat keuntungan atas naiknya harga BBM yang terjadi (Windfall tax). Dengan sistem pajak di Indonesia yang progresif maka diharapkan uang yang terkumpul nantinya dapat dimasukan sebagai pemasukan pemerintah yang nantinya akan dapat disalurkan kembali dalam program-program yang mensejahterakan rakyat.

Kelima, Langsungkan program subsidi selektif dimana diskriminasi subsidi BBM diterapkan. Jangan lakukan subsidi atas komodiatas, tetapi laksanakan subsidi sesuai dengan orang yang mengkonsumsi. Dengan memberlakukan smart card – subsidi penuh untuk minyak tanah atas kebutuhan rumah tangga dan transportasi umum serta motor, subsidi sebagian untuk mobil pribadi biasa dan hapus subsidi untuk kendaraan mewah, kebutuhan Industri dan untuk kebutuhan pembangkit listrik. Dengan mekanisme seperti ini keadilan akan dapat lebih diterapkan. Yang juga harus diperhatikan adalah bagaimana pemerintah dapat membuat sistem distribusi BBM agar kebijakan smart card ini dapat terlasana dengan efektif.

Dan yang terakhir adalah, lakukan alih teknologi dan penelitian tentang sumber daya mineral nasional yang lebih efektif dan komprehensif. Seharusnya Indonesia sebagai Negara yang memiliki competitive advantage dalam bidang mineral dan sember daya alam memiliki potensi yang sangat besar dalam melakukan perdagangan internasional (fasal Basri dalam perkuliahan Perekonomian Indonesia). Lebih lanjut, ketika potensi tersebut dapat diberdayakan dan di-manage secara optimal Indonesia dapat menjadi kekuatan ekonomi dan energi yang diakui dunia. Pemerintah Indonesia seharusnya dapat melihat seluruh potensi tesebut sebagai kekuatan strategis yang harus dipertahankan dan dikembangkan oleh rakyat Indonesia sehingga seluruh keuntungan baik material ataupun non-naterial dapat digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Lebih jauh lagi, perputaran uang yang ada dari produksi tersebut akan terus “berada di dalam negeri” sehingga pertumbuhan perekonomian akan semakin cepat dirasakan.



Muhammad Isa (060300166y)

BUKAN KONTES DANGDUT

The leader sets example.
Not from what the leader says, but what the leader does
(Colin Powel)


Indonesia adalah fenomena. Di negeri ini, banyak permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh para pengambil kebijakan dengan hanya bermodalkan gelar sarjana dari universitas terkemuka di Amerika maupun Eropa, ataupun setumpuk text book yang menerangkan berbagai macam kasus permasalahan di Negara lain. Indonesia adalah negara yang luar biasa dalam hal prestasi permasalahan mikro dan makro, mulai dari permasalahan kemiskinan, jeratan utang luar negeri, kebodohan, sampai kepada larangan terbang maskapai penerbangan Indonesia ke negara-negara di kawasan Eropa lantaran tidak memenuhi standar keamanan penerbangan yang sudah disepakati masyarakat internasional. Atas hal inilah maka tidak jarang para peneliti sosial dunia menjadikan negara ini sebagai laboratorium sosial terbesar di dunia dimana banyak sekali social x-files yang masih tidak dapat terselesaikan.

Anehnya, ditengah berbagai penyakit makro kronis-menahun yang tampaknya agak susah disembuhkan dalam jangka waktu dekat seperti jeratan hutang luar negeri, kemiskinan, partisipasi pendidikan yang rendah, KKN, dan birokrasi kompleks, terdapat beberapa orang yang cukup berani, percaya diri ataupun nekat mendeklarasikan dirinya menjadi “dokter” atas “penyakit” yang sudah lama diderita ini, dengan mengincar jabatan RI-1 tentunya.

Dalam industri kepemimpinan politik Indonesia, mereka yang mencalonkan diri terdiri atas orang-orang yang dapat dikategorikan sebagai pemain lama atau incumbent dan dan para pemain baru atau new comer. Para pemain yang dapat dikategorikan sebagai “incumbent” adalah Megawati Soekarnoputri, Yusuf Kalla, Susilo Bambang Yudhoyono, dan juga Gus Dur. Sedangkan dari kubu “new comer” terdiri atas Ratna Sarumpaet, Sutiyoso, Rizal Mararanggeng, Prabowo Subianto, Wiranto, Soetrisno Bachir, Fadjroel Rachman, Yusril Izha Mahendra dan Kivlan Zen.

Terlepas dari pengklasifikasian yang sudah dikemukakan di atas, dalam sebuah negara demokrasi modern, dibutuhkan lebih dari sekedar dana kampanye yang besar, serta visi dan misi yang memikat untuk meraih simpati masa. Dibutuhkan hal lain yang dapat membuat para voters percaya bahwa orang tersebut dapat mengeluarkan bangsa ini dari lubang hitam yang semakin pekat. Kredibilitas politik dan sosial ibarat sebuat nilai kredit akademik mahasiswa yang menjadi indikator apakah seseorang telah menjalani masa perkuliahannya dengan baik, dalam konteks ini tentu yang kita bicarakan adalah apakah seseorang sudah menciptakan prestasi di ranah kebijakan publik dalam hal sosial-kemasyarakatan.


Seperti layaknya nilai kredit akademik mahasiswa yang dapat dicapai dengan belajar keras dan kesungguhan, kredibilitas politik dan sosial yang mumpuni dapat dicapai dengan seberapa besar seseorang telah dapat membuktikan bahwa dirinya berhasil menjadi problem solver atas permasalahan yang terjadi di masyarakat. Berdedikasi kepada bangsa dan negara dalam memberikan solusi kongkrit dan kontribusi atas pemecahan permasalahan bangsa selama berkarir dalam politik. Menjadikan dirinya teladan dalam membangun suatu masyarakat yang beradab, sejahtera dan berkeadilan, tidak hanya membangun serta menciptakan mimpi dan harapan ketika masa kampanye tiba.

Bagi saya kapasitas kepemimpinan seseorang adalah suatu akumulasi atas pembuktian dan aksi nyata mereka dalam membangun suatu masyarakat dengan memberikan sesuatu yang terbaik bagi orang lain. Bukan sekedar berani, bergelar lulusan perguruan tinggi terkenal, memiliki dana kampanye yang besar, dan didukung oleh kekuatan politik yang paripurna, apalagi sekedar menjadi pemenang reality show kepemimpinan bak kontes nyanyi dangdut yang kini sedang populer di Indonesia.

Kukusan, 28 Juli 2008


Note : tulisan ini dibuat untuk menanggapi keikutsertaan salah satu mahasiswa UI dalam kontes kepemimpinan mahasiswa yang dilaksanakan oleh salah satu stasiun TV swasta Indonesia. Kontes kepemimpinan mahasiswa ini didesain untuk merangsang gairah para pemimpin muda Indonesia dalam menanggapi permasalahan bangsa yang tidak kunjung usai.