Selasa, 29 September 2009

GOLPUT

Sebuah Hak Politik untuk Tidak Memilih

We can not solve the problems by using the same kind of thinking we used
when we created them

(Albert Einstein)

Aroma persaingan, kasak-kusuk politik, dan adu strategi sudah sangat terasa akhir-akhir ini terkait dengan pelaksanaan PEMILU FEUI yang akan dilaksanakan sesaat lagi. Sebagaimana layaknya dengan kompetisi politik yang dilaksanakan dengan skala yang lebih luas, “kompetisi politik” ini selain memiliki nilai baik (political benefit), juga memiliki nilai buruk (political cost) yang harus ditanggung oleh setiap orang yang terlibat didalamnya. Benefit yang mungkin dapat diperoleh mahasiswa adalah harapan atas terakomodirnya aspirasi dan kepentingan mahasiswa dalam hal akademis dan non-akademis. Sedangkan cost yang juga harus ditanggung mahasiswa adalah kemungkinan untuk terpecah belahnya kesatuan mahasiswa FEUI dalam beberapa segmen politik (polarisasi kepentingan politik) yang tentunya dikhawatirkan akan menghancurkan value “solidarity forever” yang dimiliki oleh FEUI sebagai suatu institusi pendidikan terbaik di negeri ini.

Permasalahannya adalah political cost dan benefit tersebut tidak dapat di-trade off. Kedua hal tersebut harus diterima secara simultan. Mudahnya, dengan terlibat dalam PEMILU FEUI untuk memilih ketua BEM FEUI dan anggota BPM FEUI, para mahasiswa yang berharap aspirasi dan kepentingannya akan diakomodasi juga harus menanggung resiko atas terjadinya perpecahan di lingkungan kampus.

Tentu, sebagai insan intelektual yang berada dalam ruang lingkup fakultas ekonomi, alat analisa sederhana yang biasa kita gunakan untuk mengambil sebuah keputusan adalah cost and benefit analysis. Jelas, sebuah keputusan akan diambil oleh manusia yang rasional adalah ketika benefit yang diterima lebih besar dibandingkan dengan cost yang harus ditanggung, begitu juga sebaliknya.

Terkait dengan pemenuhan aspirasi dan kepentingan mahasiswa FEUI yang telah diamanatkan oleh mahasiswa kepada ketua BEM FEUI dan anggota BPM terpilih, sebagai mahasiswa yang rasional tentu kita harus menelaah kembali apakah sebenarnya aspirasi dan kepentingan mahasiswa telah diakomodir para “pemenang kompetisi politik” yang cukup bergengsi ini.
Hal pertama yang ingin saya singgung adalah tentang pemenuhan kebutuhan mahasiswa berkegiatan di kampus (kegiatan non-akademik). Tentunya setiap mahasiswa sadar bahwa setidaknya ada dua motif dalam melakukan kegiatan kemahasiswaan yakni memperluas network dan mendapatkan soft-skill. Disini perlu diakui secara jujur bahwa system akademik yang ada di fakultas ini tidak dapat mengakomodir keinginan mahasiswa secara optimal untuk mendapatkan soft skill yang dapat berguna untuk kehidupan paska kampus kelak. Metode Student Centered Learning (SCL) ataupun Problem Based Learning (PBL) yang disiapkan oleh pihak fakultas, masih dirasa sangat kurang dalam memenuhi kebutuhan akan soft-skill yang diharapkan, seperti bagaimana cara bekerja dalam tim, bekerja dengan tekanan, berkomunikasi dengan baik, time management, leadership skill, dan sebagainya. Dengan berkegiatan secara aktif, maka dengan metode pengajaran yang sudah ada ditambah dengan interaksi mereka dilapangan selama berkegiatan, dapat menjadi sebuah kombinasi yang baik dalam hal pemenuhan kan soft skill yang kita telah bicarakan tadi.

Pertanyaannya adalah mengapa harus menggunakan wadah BEM FEUI. Apakah tidak ada wadah lain yang dapat mengakomodasi kebutuhan tersebut di fakultas ini yang tidak menimbulkan resiko politik? Saya pikir, BO dan BSO adalah lembaga yang juga dapat mengakomodir kebutuhan tersebut dengan tanpa resiko politik yang pelik. Hal itu dapat terjadi karena pemilihan ketua pada lembaga-lembaga “non-politik” dilakukan secara internal. Kalaupun terdapat konflik antar calon ketua lembaga, dampak negatif yang terjadi tidaklah akan terlalu luas dibandingkan dengan konflik politik yang terjadi dalam PEMILU.

Beberapa contoh yang dapat diberikan adalah, bagi mahasiswa yang menyukai kegiatan jurnalistik dapat bergabung dengan kegiatan yang diselanggarakan oleh BOE. Dengan mengikuti kegiatan ini, mahasiswa bukan hanya mendapatkan soft skill, tetapi juga dapat menyalurkan minat dan bakat jurnalistik yang dimilikinya. Ataupun bagi mahasiswa yang menyukai kegiatan seni, ia dapat mendapatkan soft skill yang ia butuhkan sekaligus menyalurkan ninat–bakatnya dengan mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh BSO BAND. Kemudian, bagi mahasiswa yang tertarik dengan kegiatan yang berkaitan dengan pengabdian kepada masyarakat, ia dapat mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh SNF misalnya, juga kegiatan keilmuan juga telah difasilitasi oleh BSO jurusan, dan begitu seterusnya dengan BO dan BSO lain yang memiliki kekhususannya masing-masing.

Hal kedua yang juga ingin saya singgung adalah sesuatu yang berkaitan dengan kenyamanan dalam mengikuti kegiatan akademik. Saya pikir, dekanat FEUI sebagai penyelenggara pendidikan tinggi telah bekerja dengan sangat baik dalam menyediakan fasilitas yang dapat menstimulus para mahasiswa FEUI untuk mendapatkan kenyamanan dalam belajar. Hal tersebut terlihat dengan pemenuhan kebutuhan akademik akan kualitas dosen dan asisten dosen yang baik, penyediaan jurnal on-line, text book di perpustakaan yang cukup melimpah, penyediaan beasiswa, fasilitas lab computer, lembaga konsultsi karir, sampai kepada penyediaan fasilitas olahraga terbaik dalam ruang lingkup universitas.

Berangkat dari kedua kebutuhan yang telah terpenuhi tersebut, pertannyaan yang relevan untuk ditanyakan kemudian adalah mengapa harus ada BEM FEUI dan BPM FEUI ketika fungsinya telah di cover oleh lembaga-lembaga lain? Mengapa harus ada subuah resiko yang ditanggung ketika resiko tersebut sebenarnya dapat di transfer (diminimalkan)? Saya pikir, saat ini, mahasiswa FEUI tidak akan terlalu khawatir apabila BEM FEUI dan BPM FEUI dibubarkankan. Toh selama ini dampak dan peran BEM FEUI dan BPM FEUI pun kurang dirasakan oleh mahasiswa terkait pemenuhan dua kebutuhan tersebut.

Dalam tulisan ini, saya hanya ingin mengatakan bahwa pemenuhan atas aspirasi dan kepentingan mahasiswa kaitannya dengan kenyamanan dalam berkegiatan akademis dan non-akademis telah mencapai titik mature. Dalam kurva Product Life Cycle (PLC), tidak ada fase lain setelah mature, selain decline. Dalam teori tersebut, jika sebuah produk yang tetap ingin menghasilkan profit, perusahaan produk terkait haruslah melakukan proses inovasi untuk tetap memperpanjang umur produknya. Dalam teori lain disebutkan bahwa perusahaan yang ingin terus berkembang harus melompat ke kurva kedua dan keluar dari zona nyamannya (kurva pertama) dengan terus memperbaiki kualitas perusahaan dan keluar dari zona nyamannya (sigmoid curve).

Dalam hal ini, saya pikir sebagian besar hal yang menjadi substansi kebutuhan mahasiswa telah difasilitasi oleh lembaga-lembaga yang ada, baik oleh BO/BSO dan pihak dekanat. Kembali berbicara mengenai cost and benefit analysis, ketika kita dapat tetap mempertahankan substansi benefit tanpa harus mengelurkan cost (perpecahan, prasangka dan juga intrik politik), itu lebih baik dibandingkan kita harus menanggung cost dan benefit-nya secara bersama-sama. Dengan kata lain, ketika kita menganggap bahwa eksistensi BEM FEUI dan BPM FEUI sudah tidak relevan lagi dalam pemenuhan kebutuhan mahasiswa, maka mengapa harus ada PEMILU dan membiarkan beberapa ribu “suara” terbuang percuma?
Dalam kompetisi politik yang akan digelar dalam jangka waktu dekat ini, saya sangat berharap bahwa siapapun calon ketua BEM FEUI dan anggota BPM FEUI yang mencalonkan diri nantinya dapat membawa perubahan atas kejumudan kegiatan kemahasiswaan yang selama ini dilaksanakan oleh BEM FEUI dan anggota BPM FEUI. Kedepan, jika dalam pemaparan politiknya sang calon tidak dapat menunjukan kepada publik akan sebuah nilai baru yang ingin ditawarkan, maka jangan ragu untuk menggunakan hak politik kita, untuk tidak memilih…

Maaf atas segala khilaf
Makoto Shishio-060300166y-katoshimaru@yahoo.com
Pengamat-The Resistance Institute-resistanceinstitute@gmail.com

TENTANG UKHUWAH KITA

Refleksi atas persaudaraan aktivis dakwah kampus UI


Masih ingatkah kita akan cerita pembebasan status budak billal bin Rabah oleh Abu bakar atau mungkin cerita persaudaraan antara kaum muhajirin dan kaum anshar dimana mereka pada saat itu baru saling kenal. Inilah Islam, sebuah tatanan mulia lagi sempurna yang tidak hanya mengajarkan kepada kita akan urgensi merekonstruksi sejarah dan menciptakan peradaban, baru yang sesuai dengan nilai-nilai Alloh, tetapi juga Islam yang juga mengejarkan akan indahnya berkasih sayang dan mencintai saudara seiman. Inilah ukhuwah islamiyah.

Saat ini, istilah ukhuwwah islamiyah di kalangan para ikhwah sudah mulai berganti menjadi slogan-slogan tanpa arti. Semua pola hubungan berganti menjadi serba strukturalis, mengikuti aturan tandzim katanya. Tidak ada waktu untuk memperhatikan kesulitan saudaranya yang tengah ditimpa musibah karena amanah yang bertumpuk katanya. Tidak ada gairah untuk membantu karena tidak sesuai dengan job description lajnah katanya, dan tidak tahu informasi akan saudaranya yang kesulitan karena kesibukan jamaah katanya..

Lalu dimana ukhuwwah Islamiyah yang kita banggakan selama ini? Sebuah pola hubungan yang seharusnya dapat kita banggakan dalam persaingan ideologi modern saat ini. Sebuah aturan persaudaraan yang menjadi comparative adventage dalam sebuah pasar yang bernama peradaban. Dan kini kiranya, ukhuwah Islamiyah tidak lebih dari seonggok gagasan yang telah usang ditelan budaya kosmopolit yang semakin menjadi diantara kita, para ikhwah..

Mungkin kita harus bertanya kepada diri kita yang merasa mulia.. dimanakah otak yang cerdas itu, ketika IP (Indeks Prestasi) saudara kita menjadi pas-pasan karena beratnya beban dakwah yang harus dipinggul; dimanakah recehan uang mami-papi, ketika ada saudara kita yang senantiasa gundah ditengah kesulitan ekonomi yang semakin menghimpit; dan dimana perhatian dan kasih sayang itu, ketika ada perasaan sedih yang harus dihibur..

I AM A LEGEND

I AM A LEGEND
Am I ?

Nama saya Muhammad Isa,
Saya biasa dipanggil Akew, sejak SMP dulu..
Kini saya berusia 23 tahun

Sejak kecil bapakku sering berkata bahwa jangan suka menjadi orang yang biasa-biasa saja karena kalau biasa saja, kita tidak begitu dihargai dan diperhatikan orang, bapakku juga pernah berkata agar nanti kalau sudah besar nanti jangan suka jadi seorang pekerja, jadilah sebagai seseorang yang lebih bermanfaat, seperti menjadi seorang penyedia lapangan pekerjaan, menjadi seorang wiraswasta. Menjadi seorang wiraswasta disamping memiliki penghasilan yang lebih banyak daripada hanya menjadi seorang pekerja meskipun pekerja itu menempati posisi tertinggi, tetapi juga menjadi seorang wiraswasta bisa bermanfaat untuk orang lain, sebab dalam agama saya sendiri ,Islam, disebutkan bahwa seseorang yang sukses itu bukanlah seseorang yang memiliki daya finansial yang tinggi saja tetapi juga harus bermanfaat bagi masyarakat luas atau orang yang di sekitarnya. Ucapan inilah yang selalu tertanam dalam benak saya sepanjang proses kependidikan saya. Pada waktu SMA dulu tepatnya pada kelas 2 caturwulan terakhir, setiap anak mengajukan bidang studi apa yang akan dilanjutkan pada kelas 3 nanti IPA atau IPS. Kebanyakan dari teman-teman saya berpandapat bahwa orang yang masuk kelas IPS adalah anak buangan dari kelas IPA, tetapi hal-hal semacam itu tidak membuat pendirian saya untuk masuk kelas IPS dan benar saya ditempatkan di kelas IPS untuk satu tahun mendatang.

Di kelas IPS yang jumlahnya hanya 2 di sekolah saya, SMUN 81 Jakarta, kehidupan terasa lebih menyenangkan dibanding anak-anak IPA yang selalu terlihat serius dan suntuk selepas ulangan harian ataupun ulangan umum. Disanalah saya lebih menekuni mata pelajaran IPS yang mempelajari segala sesuatu yang bersifat dinamis, tidak statis, dan disana pulalah saya lebih mengenali tentang kondisi negara kita tercinta, INDONESIA. Selama lebih dari tiga dasawarsa rakyat Indonesia ternyata telah dibohongi oleh pemerintahan rezim Soeharto. Pada pemerintahannya, negara Indonesia dibuat seakan-akan sebagai negara maju yang tidak kenal akan kata kemiskinan, kemelaratan, kebodohan, dan ketidaksejahteraan. Segala istilah istilah yang dianggap menyaktikan seperti apa yang saya sudah sebut tadi diganti dengan istilah istilah yang terkesan lebih baik ataupun lebih enak di dengar, seperti istilah miskin diganti dengan prasejahtera, desa miskin diganti dengan istilah desa tertinggal, ditangkap atau diberangus diganti dengan istsilah diamankan dan masih banyak lagi istilah-istilah yang dimanipulasi demi mempertahankan kekuasaanya. Kondisi peerekonomian bangsa indonesia juga tidak bagus, karena untuk pembangunan yang negara kita lakukan selama ini sebagian besar diperoleh dari hasil pinjaman dengan negara asing atau dari lembaga keuangan internasional seperti IMF, CGI, IBRD, dan lain-lain. Lalu bagaimana dengan pemasukan dari daerah-daerah yang terdapat di Indonesia, tidak lain tidak bukan jawabanya langsung dikorupsi oleh oknnum-oknum yang berperut gendut yang sudah terbiasa memakan apa saja yang bikan miliknya.

Melihat kenyataan yang terjadi di negara saya sendiri, rasa nasionalisme dalam diri saya mulai bangkit dengan mulai berfikir dengan cara apa saya bisa berguna untuk negara saya sendiri dengan tidak mengabaikan kesejahteraan diri dan keluarga saya sendiri. Kemudian saya teringat ucapan bapak saya akan hal-hal yang terus ditanamkan didalam pikiran saya, bahwa jadi manusia itu tidak boleh menjadi yang biasa-biasa saja tetapi juga harus bisa bermanfaat untuk orang di sekitarnya. Melihat kenyataan pahit seperti itu yang dialami oleh bangsa Indonesia, semakin meyakinkan saya akan cita-cita saya dahulu, menjadi seorang wiraswasta. Dengan persepsi seperti itu semakin jelaslah arak pendidikan saya nantinya, bahwa saya harus menjadi seorang orang yang bergelut dalam bidang ekonomi baik apakah itu Akuntansi, Manajemen, ataupun yang berhubungan dengan ekonomi pemerintahan.

Hari-hari menjelang SPMB pun sudah dekat,tidak terasa sudah H-30 hari, ketita mengikuti bimbingan belajarpun saya diarahkan untuk memilih universitas dengan jurusan yang benar-benar saya inginkan dengan tidak mengabikan syarat nilai yang diperlukan dalam memasuki universitas tersebut. Dalam hal ini saya memilih Universitas Indonesia dan Universitas Padjajaran dengan jurusan manajemen sebagai universitas yang saya akan masuki dikemudian hari kelak. Saya sangat menyadari untuk memasuki kedua universitas terbaik tersebut tidaklah mudah, dibutuhkan usaha ekstra untuk bisa mendapatkannya, terlebih lagi pada universitas Indonesia, yang memiliki standard nilai yang cukup besar dan tentu saja saingan yang sangat banyak. Tetapi Alloh SWT telah menggariskan sesuatu yang luar biasa, kemudian pada hari pengumuman SPMB yang sangat di nantikan oleh banyak pelajar di seluruh Indonesia tercantumlah nama saya untuk menjadi calon mahasiswa Universitas Indonesia dengan jurusan manajemen. Saya pribadi dan seluruh kelarga menyambutnya dengan suka cita dan penuh rasa haru, tetapi saya menyadari bahwa nikmat yang telah diberikan Alloh SWT tidaklah mempunyai maksud dibelakangnya. Setelah hari yang sangat menentukan ini saya secara otomatis diberi tanggung jawab yang lebih besar dibanding teman-teman seperjuangan saya yang tidak berhasil mendapatkan apa yang dicitacitakannya, yaitu menjadi seseorang yang berguna bagi diri saya sendiri, keluarga, agama, masyarakat, bangsa, dan negara.

Hari demi hari berganti begitu cepat, dengan memasuki lingkungan baru yang saya tidak kenal sebelumnya, yaitu lingkungan kempus. Disana para mahasiswa tidak bisa bersantai ria untuk mendapatkan nilai yang bagus, para mahasiswa dituntut lebih proaktif dalam menjalani proses-proses yang berlangsung disekitarnya. Hal ini sangatlah berbeda dengan kehidupan di SMU dahulu dimana guru lebih berperan dalam mengurusi segala proses akademik yang kita jalani dalam proses belajar mengajar. Dengan adanya kehidupan baru yang sangat berbeda membuat saya lebih terpacu untuk berbuat lebih demi Rabb yang menciptakan seluruh alam raya ini dan lingkungan baru saya yaitu lingkungan keluarga besar Universitas Indonesia.

Dengan adanya kejelasan tekad, saya berusaha untuk menjadi seorang mahasiswa yang mahasiswa yang idealis yang tidak menyimpang dari jalanNya, berusaha berperan akktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan dan UKM yang terdapat di UI, dan juga saya berharap untuk menjadi seorang mahasiswa yang berprestasi dalam lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Setelah mendaftar di UKM MAPALA UI saya berharap dapat lebih mengenal kondisi ciptaan Alloh yang sudah banyak dirusak oleh tangan-tangan jail yang tidak bertanggung jawab dan juga menjadi seseorang yang berdaya tahan tinggi meskipun berada dalam kondisi terjelekpun. Saya juga berencana untuk terlibat aktif dalam kelembagaan BEM UI yang notabene sebagai lembaga kemahasiswaan yang cukup terpandang di negri ini, dan juga melalui MSS FE UI saya akan berusaha menjadi seorang yang dapat mengatur suatu perusahaan dan juga menjadi seorang pengusaha yang dapat memberikan suatu yang lebih untuk Indonesia, sesuai dengan tujuanya, bahwa MSS didirikan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak jurusan manajemen. Untuk menjadi seseorang yang berprestasi di FEUI tidaklah mudah apalagi dengan berbagai macam kegiatan yang diikutinya. Oleh kerena itu sebagai seorang mahasiswa saya harus bisa mengendalikan dan mengatur waktu yang saya miliki sehingga apa yang saya cita-citakan dapat terwujud. Bukankah di dalam Al-Quran telah diatur tentang pemanfaatan waktu dalam surat Al-Asr, dan sudah kita ketahui bersama bahwa salah seorang sahabat rasulullah, Umar bin Khatab pernah berkata bahwa waktu itu ibarat pedang’ jika kamu tidak bisa mengaturnya kelak kamu akan tertebas oleh waktumu sendiri.

Saya sangat berharap, selama 4 tahun kedepan di lingkungan FEUI saya dapat mengatur waktu saya dengan sebaik-baiknya, sehingga sebagai seorang agen perubah (agent of change) ataupun sebagai seorang yang diharapkan dapat menjadi Cadangan keras (iron stock) saya bisa terus maju dan berkembang dalam bakat dan minat saya tanpa mengesampingkan faktor akademis saya sendiri. Saya juga akan berusaha melakukan sesuatu yang dapat melatih saya dalam menerapkan disiplin ilmu manajemen yang saya geluti ini dengan melakukan usaha dagang kecil-kecilan ataupun berusaha magang di sustu perusahaan tertentu sehingga kemampuan saya dapat bertambah dan terus bertambah sehingga saya bisa menjadi sosok seorang mahasiswa UI yang tidak biasa-biasa saja, juga dapat menyenangkan orang tua saya yang telah mendidik saya dan membimbing saya hingga bisa seperti ini. Oleh kerena itu saya akan berusaha sebaik baiknya agar prosesi kependidikan saya di FEUI ini dapat berguna untuk Agama, bangsa, dan negara.

TENTANG PEMIMPIN MAHSISWA

Kepengurusan Senat Mahasiswa FEUI (SM-FEUI) dan Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) tidak lama lagi akan segera berakhir. Hiruk pikuk “kompetisi politik” yang terjadi di fakultas kita tercinta, Fakultas ekonomi Universitas Indonesia, semakin hangat dari hari ke hari. Meskipun mengalami penurunan jumlah kandidat yang berpartisipasi dalam acara ini, dengan 2 orang CKSM (Calon Ketua Senat Mahasiswa) dan 9 orang CBPM (Calon Badan Perwakilan Mahasiswa), disisi lain PEMILU FEUI tahun ini dirasakan lebih meriah dan semarak dengan parameter banyaknya mahasiswa yang turut berpartisipasi dalam setiap kampanye yang diadakan oleh panitia PEMILU.
Namun, ketika kita mau sedikit bepikir kritis kitapun bertanya-tanya untuk apa para kandidat dan panitia PEMILU bersikeras untuk “bersibuk-ria” mengalokasikan tidak sedikit waktu dan uangnya untuk event tahunan seperti ini. Mungkin banyak orang yang belum mengetahuinya, tapi yang saya tahu jawabannya cukup sederhana, yakni ingin membuat organisasi kemahasiswaan di FEUI menjadi semakin baik dari tahun ke tahun dimana keberadaan kita dalam organisasi tersebut dapat memberikan manfaat untuk orang lain dan lingkungan di sekitar kita dan juga tentunya ingin membuktikan kepada masyarakat Indonesia bahwa mahasiswa FEUI adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pencipataan peradaban dunia.

Akan terlalu utopis dan inkonsisten ketika kita bicara tentang penciptaan peradaban dunia tetapi di lain pihak negara kita sendiri, Indonesia, masih belum lepas dari kesengsaraan menahun lagi kronis yang sulit untuk diobati. Kita dapat melihat realita yang sekarang berkembang di Negara ini mulai dari kemiskinan, kebodohan, pembangunan yang tidak merata, sampai kepada imperialisme gaya baru yang tetap menjadikan rakyat Indonesaia tidak dapat menadi “raja” di negerinya sendiri. Sekarang siapa yang dapat kita kambing-hitamkan, Apakah pemimpin dan politikus bangsa ini yang hanya mementingkan golongannya saja Ataukah para orang cerdas di Negara ini yang hanya berorientasi untuk menjadi “buruh berdasi” di Multinational Corporation. Yang pasti, waktu kita akan terbuang percuma ketika kita mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Seharusnya yang harus kita tanyakan kepada diri kita sendiri adalah apakah kita sudah menjadi figur manusia yang bermanfaat bagi orang lain ataukah jangan-jangan kita sendiri yang menjadi peghambat kemajuan bangsa yang dicitakan, menjadi bangsa yang beradab (civil society).

Kehidupan berpolitik di Fakultas Ekonomi UI adalah miniatur dari gegap-gempitanya kehidupan politik nasional Negara ini, meskipun dalam kehidupan berpolitik mahasiswa kita masih “dilindungi” oleh semangat idealisme yang tidak mudah terkotori oleh hal-hal pragmatis seperti uang dan jabatan. Dari sinilah langkah awal untuk menuju sebuah bangsa yang beradab dimulai. Di fakultas inilah para mahasiswa, yang notabene akan menjadi pemimpin bangsa kelak, diberi kesempatan untuk mengejawantahkan idealisme yang dimilikinya untuk membangun sebuah kehidupan fakultas yang lebih baik terlebih dahulu sebelum menggapai Indonesia yang lebih beradab.Dalam pembahasan kali ini saya akan mencoba lebih mengkhususkan tentang karakteristik ideal seorang pemimpin publik yang ada di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Saya yakin, setiap manusia ditakdirkan untuk menjadi seorang pemimpin, setidaknya untuk dirinya sendiri. Dalam PEMILU FEUI, sudah pasti setiap kandidat yang mencalonkan diri untuk menjdi KSM (Ketua Senat Mahasiswa) ataupun anggota BPM harus diposisikan sebagai seorang calon pemimpin mahasiswa. Seperti sudah saya singgung sebelumnya bahwa Fakultas Ekonomi UI tak ubah layaknya miniatur negara kita dimana setiap fungsi kenegaraan diimplementasikan dalam ruang lingkup yang lebih kecil dan kompleksitas yang lebih rendah, meskipun memiliki substansi yang hampir sama. Proses kepemimpinan sebuah bangsa seharusnya dimulai saat ini, dalam ruang lingkup yang tidak begitu luas, di Fakultas terbaik yang menyandang nama bangsa.
Karakteristik yang pertama adalah cerdas. Cerdas disini sama sekali tidak diidentikan dengan kemampuan seseorang yang memiliki kapabilitas intelektual tinggi sehingga memliki indeks prestasi yang baik, terlebih lagi cerdas tidak diidentikan kepada sikap hidup menyendiri dan hanya bergaul pada ruang pasif dengan buku dan jurnal di perpustakaan. Cerdas disini didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat menyeimbangkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yang dimilikinya sehingga dapat menyatu dengan lingkungan dimana ia tinggal sehingga keberadaanya dapat bermanfaat bagi orang lain. Cerdas disini juga dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat menganalisa dan mengidentifikasi setiap aspek yang ada di dalam diri dan lingkungannya sehingga ia dapat merancang segala sesuatu sesuai keinginan yang dicitakan. Dalam konteks inipula kita bicara mengenai sosok pemimpin yang mimiliki visi yang jelas sehingga ia tahu akan arah perjuangan dan pengabdian yang dilakukannnya nanti.

Definisi lain menyebutkan bahwa seseorang yang cerdas adalah figur manusia yang dapat mengendalikan keadaan, bukan dikendalikan oleh keadaan. Dimanapun kita berada, perubahan pasti menjadi suatu keniscayaan yang tidak dapat dielakan. Kita tidak dapat lari dari perubahan, yang dapat kita lakukan hanya beradaptsi dengan peradaban tersebut dengan tetap mempertahankan substansi. Kondisi yang berubah dan terus berubah tentunya juga akan terjadi di FEUI, baik dari segi peraturan yang ada, beban akademis, iklim organisasi kemahasiswaan ataupun hal lainnya yang bersinggungan langsung dengan kehidupan kemahasiswaan. Seorang pemimpin yang cerdas haruslah dapat mengendalikan setiap perubahan yang ada dengan terus berpikir secara inovatif dan bergerak secara progresif sehingga tetap dapat mempertahankan substansi atas kondisi yang telah berubah tersebut.

Karakteristik selanjutnya adalah ikhlas. Ikhlas disini didefinisikan sebagai sikap yang berorientasi hanya untuk mendapatkan Ridha Alloh dalam melakukan segala sesuatu. Saya percaya bahwa paradigma (konsep berpikir) akan berbanding lurus kepada motivasi dan motivasi inilah yang akan berdampak langsung kepada tindakan. Dalam konteks ini, seseorang yang melakukan segala sesuatunya dengan ikhlas maka ia akan mempersembahkan yang terbaik yang dapat ia perbuat untuk Tuhannya tanpa mengharapkan pujian dan insentif dari orang lain. Dengan sikap inilah maka seseorang akan terus akan memperbaharui semangatnya yang hampir pudar, terus mengevaluasi setiap tindak tanduknya, dan setidaknya dengan sikap ikhlas inilah seseorang dapat terhindar dari rasa kecewa yang cenderung subjektif.

Karakteristik yang terakhir adalah berani. Berani dapat didefinisikan dengan berbagai macam hal. Akan tetapi yang saya maksud dengan berani disini adalah sikap konsisten akan setiap prinsip yang dimiliki serta keinginan untuk selalu berfikir dan bertindak progresif (maju) dalam keadaan apapun. Sebagai contoh kita tahu bahwa dalam setiap organisasi, terlebih lagi organisasi politik, akan banyak sekali perbedaan yang akan ditemui mulai dari perbedaan orientasi politik sampai kepada perbedaan kepentingan yang biasanya menjadi sumber konflik. Saat inilah sikap berani memiliki peran yang besar dalam setiap pengambilan keputusan diantara banyaknya perbadaan kepentingan dan orientasi politik yang ada. Sikap beranipun tidak dapat berdiri sendiri. Sikap berani harus disertai dengan kejujuran hati dan objektifitas sehingga keputusan yang diambil ataupun tindakan yang dilakukan menjadi suatu hal terbaik, meskipun kita tahu bahwa tidak ada keputusan dan tindakan yang dapat memuaskan semua pihak.

Beberapa hari kedepan, pelaksanaan pesta demokrasi di Fakultas ini akan berakhir. Terlepas dari siapapun yang nantinya terpilih menjadi Ketua Senat Mahasiswa FEUI dan anggota Badan Perwakilan Mahasiswa FEUI, tentunya kita semua sebagai mahasiswa FEUI menginginkan kondisi ke-fakultas-an – khususnya yang berkaitan dengan organisasi dan kegiatan kemahasiswaan – yang lebih baik dari periode sebelumnya, karena disinilah perubahan itu dimulai dan idealisme itu ditempa…

ONANI INTELEKTUAL

“Pemuda mempunyai kewajiban yang aktif dalam perjuangan bangsa kita di masa sekarang. Pemuda berhadapan dengan soal-soal yang praktis dan kongkrit, tidak hanya dengan soal-soal yang mengenai cita-cita saja”
(Mohammad Hatta)

“…tidak sekedar produk kondisi objektif zamannya semata. Dia adalah penggagas masa depan. Dia melakukan suatu transendensi sosial-historis. Dia mencoba menyibak keterkungkungan zamannya dengan cara mengusahakan arus alternatif. Kehadirannya memungkinkan terjadinya dialektika sejarah yang akan menuju kualitas baru bagi zamannya”
(Wilhelm Hegel)


Sebuah berita hangat dalam kehidupan kemahasiswaan di FEUI. Baru-baru ini Departemen Kastrat BEM FEUI (Dept. Kajian Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa FEUI) menggagas berdirinya CONFIRM (Community for Indonesian Reform) sebagai wadah diskusi para mahasiswa mengenai isu-isu aktual dan strategis di negeri ini. Seperti yang telah dikemukakan dalam media publikasinya, wadah diskusi yang baru saja didirikan ini kurang lebih ingin melanjutkan kembali romantisme intelektual yang dahulu pernah dirintis oleh para senior di kampus ini seperti klub diskusi Hatta yang didirikan oleh Prof. Emil Salim dan juga Klub Diskusi UI yang didirikan oleh Prof. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti semasa muda dulu. Dalam Media publikasi CONFIRM yang di sebarluaskan ke seluruh fakultas Ekonomi UI, juga dikatakan oleh fungsionaris Departemen Kastrat BEM FEUI bahwa, “Sudah saatnya otak yang berbicara bukan berpanas-panasan ditengah jalan namun berdiskusi demi secercah solusi”.

Metode Pergerakan Mahasiswa
Seharusnya setiap kita menyadari bahwa tidaklah bijaksana ketika melakukan dikotomi antara aksi turun ke jalan dan berdiskusi ala mahasiswa, terlebih lagi hal ini disuarakan oleh sebuah departemen dari lembaga politik kemahasiswaan yang seharusnya dapat memperjuangkan aspirasi dari level grass root (masyarakat) ke level yang lebih elit. Proses diskusi adalah salah satu proses dari pergerakan kemahasiswaan untuk menganalisa dan memberikan rekomendasi kepada pihak terkait atas sebuah permasalahan yang terjadi. Tentunya ketika kita membahas dalam terminologi pergerakan kemahasiswaan, kita sepakat bahwa asas yang dipergunakan adalah berlandaskan moral dan intelektual. Bukan sekedar aksi masa tanpa otak.

Namun, proses ini belumlah berakhir. Seperti yang kita pahami bersama bahwa pergerakan ini bukanlah sebagai upaya unjuk diri dan upaya untuk memperlihatkan kekuatan akan status terpelajar yang dimiliki. Pergerakan kemahasiswaan dilakukan tidak lain adalah sebagai perwujudan kongkret rasa cinta yang amat mendalam kepada bangsa dan negara yang dikemas dalam bingkai idealisme seorang mahasiswa yang bergerak mengusung nilai atas nama moral dan kemampuan intelektual yang dimilikinya. Atas dasar inilah maka sebuah konsepsi tentang masa depan harus diperjuangkan dengan berbagai cara untuk mewujudkan kondisi yang lebih baik. Berbagai macam cara bisa dilakukan, diantaranya adalah dengan beraudiensi atau berdiplomasi dengan pihak terkait untuk menuntut suatu hal, berupaya mensosialsasikan suatu isu strategis tertentu kepada masyarakat, sampai dengan hal yang paling umum kita kenal dengan cara aksi turun ke jalan. Seluruh hal yang dijabarkan tersebut tidak lain adalah sebagai tindak lanjut atas sebuah konsepsi dan ide yang telah dibentuk atas proses diskusi yang telah dilakukan.

Justru dalam proses inilah, keteguhan hati atas sebuah perjuangan yang dilakukan oleh mahasiswa untuk mewujudkan sebuah situasi ideal kemudian ditempa. Dibutuhkan berbagai macam sarana perjuangan dan juga soft skill, yang tidak diajarkan semasa perkuliahan, dalam rangka merealisasikan seluruh ide intelektual yang tengah diusung. Bahkan dalam beberapa kesempatan, dibutuhkan tetesan darah, keringat dan air mata sebagai bumbu atas perjuangan yang dilakukan. Beberapa kasus di dalam dan luar negeri dapat dijadikan contoh seperti Pergolakan mahasiswa China di lapangan Tiananmen dan people power di Filipina yang dilakukan untuk menentang rezim pemerintah yang otoriter dan menyimpang. Juga berbagai macam pergerakan yang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia dari perjuangan mahasiswa tahun ’66 yang bertujuan untuk menggulingkan kekauasaan otoriter rezim soekarno, tahun ’74 dengan peristiwa MALARI sebagai bentuk protes mahasiswa akan inkonsistensi para pemimpin negara dalam hal bekerja sama dengan bangsa lain, demonstrasi akbar tahun ’98 dengan agenda reformasinya dan juga pergerakan besar mahasiswa tahun 2002 atas kasus akbar tanjung.

Setelah konsepsi dan ide telah tersampaikan, proses selanjutnya yang harus dilakukan oleh mahasiswa, sebagai insan intelektual yang relatif bebas kepentingan politik praktis, adalah dengan melakukan pengawasan atas kebijakan yang telah diambil. Dengan proses terakhir inilah pergerakan kemahasiswaan sudah seharusnya dapat dijadikan salah satu pilar politik untuk mewujudkan sistem check and balances yang baik dan berkelanjutan dalam sebuah negara selain lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan pers yang telah ada sebelumnya

Dengan ketiga proses inilah – diskusi, memperjuangkan aspirasi dan juga pengontrolan atas kebijakan – menjadi ”paket” pergerakan politik mahasiswa Indonesia dalam mewujudkan Indonesia menjadi negara yang berdaulat, adil dan makmur sesuai dengan apa yang telah dicitakan oleh para founding father negara ini.

Seperti yang tersirat dalam ucapan Hatta dan Hegel; sebuah ilmu tidak akan berarti tampa amal, sebuah wacana tidak akan berguna tanpa tindak, dan sebuah cita tidak akan efektif tanpa aksi. Beginilah seharusnya mahasiswa Indonesia menyikapi sebuah pergerakan. Bergerak dengan menggunakan hati nurani dan kecerdasan pikirannya. Bergerak dengan berusaha menangkap aspirasi dari akar rumput dan memperjuangkannya dalam rangka mewujudkan Indonesia yang lebih beradab. Tidak sekedar beronani intelektual, hanya memuaskan diri sendiri...

Maaf atas segala khilaf

SUBSIDI BBM

Antara Kebutuhan Jangka Pendek dan Kepentingan Jangka Panjang

“…memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia…”
(Pembukaan UUD 1945)

Terhitung semenjak harga minyak dunia meningkat menjadi $ 135/barel, maka dalam rangka untuk menuelamatkan APBN pemerintah Republik Indonesia melakukan menyesuaian harga BBM (Bahan Bakar Minyak). Penyesuaian harga tersebuat dengan naiknya harga bensin premium dari Rp 4500/liter menjadi Rp 6000/liter, solar dari Rp 4300/liter menjadi Rp 5500/liter dan harga muinyak tanah premium dari Rp 2000/liter menjadi Rp 2500/liter. Kenaikan tersebut secara rata-rata meningkat 28.7% dari harga semula yang berlaku efektif sejak pulul 00.00 WIB hari sabtu, 24 Mei 2008. (KOMPAS, 24 Mei 2008)

Salah satu landasan mengapa pemerintah berani mengambil kebijakan yang tergolong tidak populer ini adalah karena menurut data yang ada disebutkan bahwa produksi minyak nasional terus mengalami penurunan sedangkan konsumsi BBM relative semakin tinggi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 produksi minyak nasional mencapai 517,42 juta berel dan saat ini pada tahun 2008 jumlah produksi minyak nasional (masih dalam proses) hanya mencapai 84,82 juta berel. Bandiangkan dengan kebutuhan BBM dalam negeri mencapai 392 juta barel. Keadaan ini diperparah dengan kilang minyak yang ada tidak mampu mengolah minyak mentah menjadi BBM sesuai dengan standar kebutuhan dalam negeri. Dalam rangka mencukupi kebutuhan BBM dalam negeri yang cenderung meningkat dan lifting (produksi) minyak yang terus menurun, akhirnya pemerintah melakukan kebijakan impor minyak mentah sebesar 116 juta barel dan mengimpor BBM secara langsung sebesar 150 juta berel. Tentunya kita ketahui bersema bahwa harga yang dipergunakan untuk mengimpor minyak tersebut adalah berdasarkan harga pasar Internasional. Dari 392 juta barel yang menjadi kebutuhan dalam negeri tersebut, 214 juta berel (54.5%) diperuntukan untuk transportasi, 62 juta barel (15.8 %) diperuntukan untuk kebutuhan rumah tangga, 50 juta barel (12.7 %) diperuntukan untuk kebutuhan Industri dan 68 juta barel (17.3 %) diperuntukan untuk kebutuhan pembangkit listrik(KOMPAS 30 Mei 2008).

Dari data diatas dapat diketahui bahwa hanya sebesar 15.8% yang dipergunakan langsung untuk kepentingan rakyat miskin untuk keperluan rumah tangga mereka. Maka tidak heran pemerintah mengutarakan bahwa konsumsi BBM yang dipergunakan oleh orang kaya sebesar 80% dari total konsumsi BBM. (KOMPAS 27 Mei). Atas dasar tersebutlah akhirnya pemerintah mengambil keputusan untuk menaikan harga BBM dengan mencabut subsidi BBM yang sudah dipertahankan sejak tahun 2005 silam.
Kenyataan yang juga harus diketahui adalah bahwa meskipun sebagian besar konsumsi BBM dinikmati oleh orang kaya, secara umum BBM juga dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat menengah kebawah sebagai konsumsi untuk memenuhi kebuatuhan rumah tangga mereka. Dalam pemantauan langsung dilapangan, harga beras untuk semua jenis naik rata-rata Rp 100- Rp 200 per kg, HET minyak tanah naik 12.75%, dan berbagai kenaikan harga barang kebutuhan pokok lain yang tentunya bervariasi. Naiknya harga kebutuhan pokok yang tidak diimbangi dengan naiknya pendapatan rakyat menengah kebawah tentunya menjadikan semakin kecilnya daya beli yang mereka miliki. Lebih jauh lagi, para ekonom dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) menyatakan bahwa dengan naiknya harga BBM menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan yang ada di Indonesia menjadi 21.9 persen atau 41.7 juta jiwa.

Pemerintah Indonesia sebagai eksekutor atas amanah rakyat yang dituangkan dalam UUD 1945 tentunya sedang menghadapi dilemma yang sangat besar. Disatu sisi, pemerintah tentu saja ingin menjalankan amanah bangsa dengan tetap terus mensejahterakan rakyat. Dilain pihak, kenaikan harga minyak dunia yang semakin tinggi memaksa pemerintah juga harus melakukan penyesuaian harga BBM dalam negeri untuk menyelamatkan APBN. Tercatat bahwa sebelum pemerintah mencabut subsidi BBM, harga BBM di Indonesia merupakan harga minyak yang termurah di Asia. (KOMPAS, 27 mei 2008).

kebijakan pemerintah yang tidak populer ini tentu menuai kritik dari berbagai macam pihak. Tentunya Pemerintah, dalam hal ini departeman keuangan, telah mempersiapkan kebijakan pengamanan sementara dengan program BLT (Bantuan langsung Tunai) untuk mengkonversi kenaikan belanja rata-rata Rp 50.000 – Rp 70.000 per bulan kepada rakyat miskin yang sesuai dengan keriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan perhitungan ini pemerintah kemudian menetapkan jumlah uang yang dibagikan dalam Program BLT sebesar Rp 100.000 per bulan.

Pertanyaan yang seharusnya dilontarkan oleh seluruh insane akdemik adalah apakah dengan BLT (Bantuan langsung Tunai) sebesar Rp 100.000 per bulan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, ditambah lagi akan beakhirnya kebijakan ini sampai dengan bulan Desember 2008. Apakah BLT menjadi solusi kongkrit dalam memecahkan permasalahan yang sangat meresahkan rakyat kecil sekarang ini.

Solusi untuk Rakyat

Seperti kita ketahui bersama bahwa kebijakan untuk menurunkan subsidi BBM terkait dengan kebijakan fiskal yang diatur oleh Departemen Keuangan dengan APBN sebagai instrumennya. Ketika BBM tetap di subsidi oleh pemerintah, dengan asumsi pendapatan pemerintah tetap, maka terdapat dua hal yang paling mungkin akan terjadi yakni yang pertama adalah meningkatnya jumlah pengeluaran pemerintah yang pada akhirnya akan menyebabkan financing atas APBM menjadi meningkat yang artinya hutang pemerintah akan bertambah dan yang kedua adalah meningkatnya proporsi pos pengeluaran pemerintah untuk subsidi dan berkurangnya pos-pos pengeluaran yang lain. Terlepas dari kedua kemungkinan yang mungkin akan terjadi, dengan tetap mensubsidi BBM maka pemerintah Indonesia sebagai pihak yang memiliki otoritas fiskal akan mengalami penurunan kredibilitas yang nantinya akan berdampak pada berbagai macam sektor seperti nenurunya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah atas Surat Utang Negara yang dijualnya dan berbagai dampak lain yang kita semua tidak kehendaki (bi..tolong cari lagi OK!).

Berdasarkan perhitungan jangka pendek, keputusan pemerintah untuk mencabut subsidi BBM dan mengkonversinya dengan BLT sudah cukup baik. Namun, berdasarkan analisa jangka panjang, keputusan pemerintah ini masih belum cukup untuk membawa rakyat Indosesia kearah kesejahteraan, apalagi menghancurkian disparitas ekonomi dan sosial yang ada saat ini. Perlu beberpa langkah lanjutan yang harus dilakukan pemerintah, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

Pertama, Efisiensikan pengeluaran APBN terutama pada sektor belanja pegawai depertemen dan lembaga pemerintahan baik yang ada di pusat ataupun di daerah. Lebih lanjut menurut data yang ada, disebatkan bahwa kebocoran anggaran dalam pengadaan barang dan jasa disebutkan oleh KPK mencapai 30%. Dalam APBN dicantumkan bahwa anggaran untuk pengadaan barang dan jasa adalah sebesar 600 trilyun. Dapat disimpulkan jika efisiensi dan kebocoran dari sector ini saja dapat menghemat pengeluaran Negara sebesar 150 triliun. (kompas dan hukumonline.com 1 November 2007)

Kedua, Dalam rangka meningkatkan daya beli masyarakat, pemerintah harus melakukan ekspansi fiskal dengan membuat proyek-proyek pembangunan ataupun hal lain yang bersifat padat karya sehingga dapat menyerap tenaga kerja. Dengan meningkatnya penyerapan tenaga kerja, diharpkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat (terutama masyarakat menengah kebawah) yang selanjutnya seperti kita ketahui bersama dengan meningkatnya daya beli masyarakat, perekonomian negara ini akan kembali bekerja secara normal. Dengan pengaturan yang baik dari segi moneter dan fiscal oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan Depertemen Keuangan dengan otoritas fiskalnya, berjalannya perekonomian Indonesia secara normal akan menyebabkan meningkatnya GDP yang disusul dengan meningkatnya pendapatan per kapita yang tentusaja berberengan dengan meningkatnya pertumbuhan.
Ketiga, Berdayakan dan berikan perhatian serius kepada pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebagai sector usaha yang dapat menggerakan perekonomian masyarakat tingkat bawah secara riil. Perhatian dan pengembangan yang dapat dilakukan oleh pemerintah dapat difokuskan dalam dua hal yakni pemberian informasi terkait usaha yang akan dijalani dan pemberian dana usaha bagi rakyat kecil. Ketika kedua hal ini dilakukan, kemandirian dalam tataran akan rumput (grass root) menjadi lebih dapat terealisasi.

Keempat, berlakukan pajak barang mewah, termasuk mobil mewah dan pajak bagi perusahaan minyak yang mendapat keuntungan atas naiknya harga BBM yang terjadi (Windfall tax). Dengan sistem pajak di Indonesia yang progresif maka diharapkan uang yang terkumpul nantinya dapat dimasukan sebagai pemasukan pemerintah yang nantinya akan dapat disalurkan kembali dalam program-program yang mensejahterakan rakyat.

Kelima, Langsungkan program subsidi selektif dimana diskriminasi subsidi BBM diterapkan. Jangan lakukan subsidi atas komodiatas, tetapi laksanakan subsidi sesuai dengan orang yang mengkonsumsi. Dengan memberlakukan smart card – subsidi penuh untuk minyak tanah atas kebutuhan rumah tangga dan transportasi umum serta motor, subsidi sebagian untuk mobil pribadi biasa dan hapus subsidi untuk kendaraan mewah, kebutuhan Industri dan untuk kebutuhan pembangkit listrik. Dengan mekanisme seperti ini keadilan akan dapat lebih diterapkan. Yang juga harus diperhatikan adalah bagaimana pemerintah dapat membuat sistem distribusi BBM agar kebijakan smart card ini dapat terlasana dengan efektif.

Dan yang terakhir adalah, lakukan alih teknologi dan penelitian tentang sumber daya mineral nasional yang lebih efektif dan komprehensif. Seharusnya Indonesia sebagai Negara yang memiliki competitive advantage dalam bidang mineral dan sember daya alam memiliki potensi yang sangat besar dalam melakukan perdagangan internasional (fasal Basri dalam perkuliahan Perekonomian Indonesia). Lebih lanjut, ketika potensi tersebut dapat diberdayakan dan di-manage secara optimal Indonesia dapat menjadi kekuatan ekonomi dan energi yang diakui dunia. Pemerintah Indonesia seharusnya dapat melihat seluruh potensi tesebut sebagai kekuatan strategis yang harus dipertahankan dan dikembangkan oleh rakyat Indonesia sehingga seluruh keuntungan baik material ataupun non-naterial dapat digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Lebih jauh lagi, perputaran uang yang ada dari produksi tersebut akan terus “berada di dalam negeri” sehingga pertumbuhan perekonomian akan semakin cepat dirasakan.



Muhammad Isa (060300166y)

BUKAN KONTES DANGDUT

The leader sets example.
Not from what the leader says, but what the leader does
(Colin Powel)


Indonesia adalah fenomena. Di negeri ini, banyak permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh para pengambil kebijakan dengan hanya bermodalkan gelar sarjana dari universitas terkemuka di Amerika maupun Eropa, ataupun setumpuk text book yang menerangkan berbagai macam kasus permasalahan di Negara lain. Indonesia adalah negara yang luar biasa dalam hal prestasi permasalahan mikro dan makro, mulai dari permasalahan kemiskinan, jeratan utang luar negeri, kebodohan, sampai kepada larangan terbang maskapai penerbangan Indonesia ke negara-negara di kawasan Eropa lantaran tidak memenuhi standar keamanan penerbangan yang sudah disepakati masyarakat internasional. Atas hal inilah maka tidak jarang para peneliti sosial dunia menjadikan negara ini sebagai laboratorium sosial terbesar di dunia dimana banyak sekali social x-files yang masih tidak dapat terselesaikan.

Anehnya, ditengah berbagai penyakit makro kronis-menahun yang tampaknya agak susah disembuhkan dalam jangka waktu dekat seperti jeratan hutang luar negeri, kemiskinan, partisipasi pendidikan yang rendah, KKN, dan birokrasi kompleks, terdapat beberapa orang yang cukup berani, percaya diri ataupun nekat mendeklarasikan dirinya menjadi “dokter” atas “penyakit” yang sudah lama diderita ini, dengan mengincar jabatan RI-1 tentunya.

Dalam industri kepemimpinan politik Indonesia, mereka yang mencalonkan diri terdiri atas orang-orang yang dapat dikategorikan sebagai pemain lama atau incumbent dan dan para pemain baru atau new comer. Para pemain yang dapat dikategorikan sebagai “incumbent” adalah Megawati Soekarnoputri, Yusuf Kalla, Susilo Bambang Yudhoyono, dan juga Gus Dur. Sedangkan dari kubu “new comer” terdiri atas Ratna Sarumpaet, Sutiyoso, Rizal Mararanggeng, Prabowo Subianto, Wiranto, Soetrisno Bachir, Fadjroel Rachman, Yusril Izha Mahendra dan Kivlan Zen.

Terlepas dari pengklasifikasian yang sudah dikemukakan di atas, dalam sebuah negara demokrasi modern, dibutuhkan lebih dari sekedar dana kampanye yang besar, serta visi dan misi yang memikat untuk meraih simpati masa. Dibutuhkan hal lain yang dapat membuat para voters percaya bahwa orang tersebut dapat mengeluarkan bangsa ini dari lubang hitam yang semakin pekat. Kredibilitas politik dan sosial ibarat sebuat nilai kredit akademik mahasiswa yang menjadi indikator apakah seseorang telah menjalani masa perkuliahannya dengan baik, dalam konteks ini tentu yang kita bicarakan adalah apakah seseorang sudah menciptakan prestasi di ranah kebijakan publik dalam hal sosial-kemasyarakatan.


Seperti layaknya nilai kredit akademik mahasiswa yang dapat dicapai dengan belajar keras dan kesungguhan, kredibilitas politik dan sosial yang mumpuni dapat dicapai dengan seberapa besar seseorang telah dapat membuktikan bahwa dirinya berhasil menjadi problem solver atas permasalahan yang terjadi di masyarakat. Berdedikasi kepada bangsa dan negara dalam memberikan solusi kongkrit dan kontribusi atas pemecahan permasalahan bangsa selama berkarir dalam politik. Menjadikan dirinya teladan dalam membangun suatu masyarakat yang beradab, sejahtera dan berkeadilan, tidak hanya membangun serta menciptakan mimpi dan harapan ketika masa kampanye tiba.

Bagi saya kapasitas kepemimpinan seseorang adalah suatu akumulasi atas pembuktian dan aksi nyata mereka dalam membangun suatu masyarakat dengan memberikan sesuatu yang terbaik bagi orang lain. Bukan sekedar berani, bergelar lulusan perguruan tinggi terkenal, memiliki dana kampanye yang besar, dan didukung oleh kekuatan politik yang paripurna, apalagi sekedar menjadi pemenang reality show kepemimpinan bak kontes nyanyi dangdut yang kini sedang populer di Indonesia.

Kukusan, 28 Juli 2008


Note : tulisan ini dibuat untuk menanggapi keikutsertaan salah satu mahasiswa UI dalam kontes kepemimpinan mahasiswa yang dilaksanakan oleh salah satu stasiun TV swasta Indonesia. Kontes kepemimpinan mahasiswa ini didesain untuk merangsang gairah para pemimpin muda Indonesia dalam menanggapi permasalahan bangsa yang tidak kunjung usai.

Tentang carvedium 81

Dewan Pertimbangan Carvedium 81
siap melayani, bukan tuk dilayani

Tak terasa perjalanan waktu terasa berlangsung begitu cepat, kurang lebih dua bulan berselang semanjak peristiwa bersejarah bagi Carvedium (khususnya untuk saya sendiri), sidang istimewa dengan agenda besar pembentukan pedoman dasar organisasi. Memang terasa sedikit menggelikan, ketika beberapa tahun belakangan ini kita mengklaim diri kita sebagai seseorang yang bernaung dibawah panji sebuah organisasi yang notabene tidak memiliki landasan fundamental untuk bergerak (pastinya HILANG secara fisik) dan hanya berlandaskan warisan pemikiran, ritual dan kebiasaan para senior belaka. Hal itu terjadi mulai dari materi-materi yang diajarkan, pola pendidikan organisasi sampai kepada peraturan-peraturan yang cukup mengikatpun dilakukan dengan landasan sebuah norma (norma didefinisikan sebagai sebuah peraturan tanpa bukti legal dan formal dan juga tanpa bukti fisik). Walaupun demikian kembali saya katakan, apa gunanya memandang masa lalu dengan lesu. Mari kita tatap masa depan dengan penuh rasa percaya diri dan semangat yang membara tuk berani menerima kesalahan dan kekhilafan tuk membuat hari esok menjadi lebih baik.

Wacana pembuatan pedoman dasar kembali dicetuskan setelah sekian lama mati suri pada waktu pertemuan di Carita beberapa pekan lalu oleh beberapa orang Carvedium toku (yang sebenarnya kembali mempertanyakan identitas carvedium yang sebenarnya). Pembahasan dilanjutkan dengan sedikit serius ketika emosi untuk membuat suatu perubahan ke arah yang lebih baik sudah mulai meluas pada waktu pertemuan kedua dilaksanakan di Jatibening (pada saat itu bertepatan dengan acara sidang paper Carvedium V). Wacana yang berkembang pun disambut baik oleh kebanyakan orang, dan kemudian kembali dilakukanlah rally-rally panjang yang dilakukan kembali oleh sebagian orang untuk membuat draft pedoman dasar selama seminggu berturut-turut. Draft ini tentunya akan dibahas kembali secara musyawarah mufakat untuk ditelaah dan dicermati serta dikritisi oleh seluruh anggota Carvedium pada saat sidang istimewa di rumah Vino beberapa waktu silam. Agar hasilnya pun maksimal, prosesnya pun harus dilaksanakan dengan semaksimal mungkin. Selain pembentukan draft yang sudah sempat disinggung sebelumnya, panitia dan beberapa penanggung jawab untuk AKTP (Akomodassi dan transportasi), konsumsi, HPD (Humas, Publikasi dan Dokumentasi) pun disusun. Alhamdulillah semua persiapan berjalan dengan lancar tanpa ada kendala yang berarti.

Meskipun seluruh persiapan, dalam hal ini persiapan publikasi, sudah dijalankan dengan baik, lagi-lagi karena adanya kendala georgrafis dan kendala yang bersifat pribadi ataupun instansi (tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar anggota Carvedium III sengan menjalankkan OSPEK di kampusnya masing-masing), pertemuan yang cukup penting ini hanya dihadiri oleh kurang dari 20 orang. Mau tidak mau seluruh proses demokrasi harus di jalankan dengan segala konsekuensi yang akan dibuat nantinya. Alhasil, pertemuan tersebut membuat beberapa keputusan penting yakni pengesahan pedoman dasar Carvedium, disahkannya lima orang anggota menjadi pengurus DPC (Dewan Pertimbangan Carvedium), dilantiknya beberapa orang anggota luar biasa Carvedium dan dibuatnya beberapa konsepsi penting lainnya yang berhubungan dengan organisasi.

Menarik ketika membahas Carvedium sebagai sebuah Organisasi. Sudah sepatutnyalah sebuah perkumpulan mempunyai aturan main, baik untuk perkumpulan formal ataupun perkumpulan informal. Dalam hal ini Carvediun dalam tatanan aturan formal kegiatan kesiswaan SMAN 81 hanyalah sebagai sebuah badan peminatan siswa yang biasa kita kenal sebagai sebuah kegiatan ekstrakurikuler yang tidak diharuskan mempunyai aturan formal dan mengikat mengenai sistem intern perkumpulan tersebut (dalam hal ini pedoman dasar atau AD/ART), hal ini terkait masalah AD/ART kependidikkan SMUN 81 yang hanya menjadikan OSIS (pada waktu itu) sebagai satu-satunya organisasi kesiswaan yang berada di sekolah. Seiring berjalannya waktu, Carvedium dituntut untuk lebih profesional, mandiri dan mempunyai aturan yang lebih sistematis mengenai wadah peminatannya ini. Gayung pun bersambut, Carvedium kembali secara informal dinyatakan sebagai sebuah organisasi, oleh anggotannya, yang memiliki sebuah aturan dasar yang mengatur segala pergerakan yang berada di dalamnya yang mempunyai sifat formal (dalam kerangka pemikiran para anggota tentunya) dan informal secara aturan keorganisasian siswa SMAN 81 (terkait masalah yang telah saya singgung sebelumnya). Mungkin agak terkesan lucu untuk sebagian orang, memang lucu, akan tetapi memang ini kenyataan yang harus kami hadapi di Indonesia, “ketika berbuat baik dan benar menjadi sesuatu yang sulit dan dipersulit karena masalah kompleksnya birokrasi”.

DPC ini didirikan dan dibentuk bukanlah sebagai ajang gaya-gayaan atau untuk sebagai wadah untuk mencapai sebuah status “kepopuleran”. Konsep awal badan ini dibentuk sebagai wadah untuk menjadi fasilitator dan penyampai aspirasi yang berkembang diantara anggota mengenai kemajuan dan perbaikan organisasi ini. Sampai saat ini beberapa pertemuan telah kami lakukan dan beberapa hasilnya adalah membuat alat-atal pelengkap administrasi Carvedium (kop surat, amplop dan stempel yang kesemuanya terpaksa harus direvisi karena perbaikan dan fixasi lambang PA 81), membuat bendera, membuat time line pembangunan wall climbing, membuat alur sistem kontrol kepengurusan, membuat rekomendasi alur pendidikan PA 81, membuat Standard Oprational Procedure organisasi, memantau perkembangan perjalanan panjang ke Rinjani dan yang terakhir adalah memfasilitasi terselenggaranya Sidang Umum I Carvedium yang dilaksanakan tanggal 8 Oktober kemarin.

Mungkin yang harus kita renungi bersama bahwa niatan tulus untuk merubah segalanya menjadi lebih baik ini bukan berasal dari perjalanan yang selalu indah, melainkan perjalanan yang juga penuh onak dan duri. Ya, tentu saja perjalanan yang berawal dari dikaitkannya sebuah kacu merah atau kuning di leher kita masing-masing dan hal itulah yang akhirnya membuat semua kenangan indah bersama saudara-saudara seperjuangan menjadi nyata. Nilai nilai kesungguhan, ketulusan, kesetiakawanan, berani jorok dan berani malu serta penanaman sikap untuk terus maju pantang menyerah yang kemudian akhirnya membentuk mental kita semua sekarang ini. Suatu harapan besar dari kami bahwa nantinya Panji Carvedium dapat berkibar tidak hanya di atas puncak-puncak tertinggi di Indonesia atau mungkin bahkan Puncak tinggi dunia, akan tetapi juga panji Carvedium ini dapat berkibar dan terpatri dalam jiwa dan benak seluruh anggotanya untuk menjadi seorang Carve yang berguna bagi Agama, diri sendiri, masyarakat, lingkungan, bangsa dan negara. Mengutip pernyataan sebuah pahlawan besar Indonesia tahun ‘60an yang menyatakan bahwa apalah gunanya serangkaian kata-kata dan slogan-slogan tanpa arti, kepedulian kepada bangsa dan negara ini tidak dapat tumbuh dari hal-hal seperti itu dan juga tidak akan tumbuh dari daerah-daerah nyaman dibalik kaca-kaca mobil mewah. Kontribusi nyata terhadap ibu pertiwi hanya dapat ditimbulkan oleh pribadi-pribadi yang kuat secara jiwa dan raganya serta mau turun langsung melihat keadaan alam dan kondisi sosial bangsa ini, dan mungkin karena itulah kita naik gunung…

MENOLAK TUNDUK!

Fenomena diskriminasi dan komersialisasi pendidikan

“Kita telah bersumpah : Kita tidak mau dijajah lagi! Kita buktikan sumpah itu dengan memperkuat pertahanan kita serta melatih diri kita
untuk sanggup menolak segala penjajahan”
(Mohammad Hatta)


Tentu banyak dari kita, para mahasiswa FEUI, terkejut dengan pemberitaan biaya pendidikan untuk semester pendek (SP) tahun ini naik menjadi Rp 200.000 per SKS. Pengumuman tersebut resmi dikeluarkan oleh pihak dekanat setelah terpilihnya dekan FEUI masa jabatan 2009 – 2014. Saya tidak tahu pasti apakah terdapat kolerasi positif antara kenaikan biaya SP tahun ini dengan tidak terlibatnya mahasiswa dalam prosesi pemilihan dekan yang telah berlangsung. Akan tetapi yang jadi kenyataan adalah mahasiswa sebagai stakeholder terbesar di kampus ini hanya boleh menerima, tanpa perlawanan…

Meskipun sering terjadi perdebatan tentang cara dan tingkat intervensi negara atas kebijakan atas pendidikan masyarakatnya, saya sangat yakin bahwa tidak ada satu negarapun di dunia ini yang memperdebatkan signifikansi pendidikan dalam mencapati perkembangan sebuah bangsa. Bahwa dalam rangka menciptakan negara yang berkualitas, pemerintah harus memulai dengan memperbaiki kualitas pendidikan masyarakatnya.

Tentu tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat di dalam masyarakat modern ,terdapat stratifikasi sosial dan ekonomi didalamnya. Marx membagi masyarakat menjadi dua bagian, yaitu masyarakat kaya pemilik modal (kaum borjuis) dan juga masyarakat miskin kaum pekerja yang tidak memliki faktor produksi (kaum proletar). Dalam definisi lain, masyarakat dibagi menjadi tiga golongan yakni kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah. Terlepas dari berbagai definisi yang ada, dalam tulisan kali ini saya membagi masyarakat menjadi dua bagian, yakni masyarakat yang berkecukupan dan masyarakat yang tidak berkecukupan.

Terkait dengan persoalan pendidikan sekarang ini, tentu bagi golongan masyrakat berkecukupan yang memiliki uang, tidak menjadi masalah ketika menginginkan anaknya mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Di Amerika Serikat, hal seperti ini diakomodasi dengan terdapatnya lembaga pendidikan swasta yang memiliki fasilitas pendidikan yang sangat baik dengan biaya yang tentu relatif mahal. Lalu bagaimana dengan orang miskin? Apakah lantas dengan segala keterbatasan ekonominya orang miskin tidak mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengenyam proses pendidikan yang berkualitas? Masih dalam konteks negara yang sama, di Amerika Serikat kebutuhan atas pemenuhan pendidikan yang berkualitas difasilitasi dengan adanya sekolah umum (public school) yang disediakan oleh pemerintah. Adanya fasilitas sekolah umum yang memiliki biaya terjangkau ini sangat jelas maksudnya yakni untuk menghindari adanya diskriminasi si kaya dan si miskin dalam memperoleh pendidikan. Bahkan di beberapa seklolah tertentu, terdapat beberapa fasilitas yang memudahkan anak didik mendapatkan kemudahan dalam urusan pembiayaan dengan beasiswa, kerja paruh waktu, dll..

Hari ini, Di Fakultas Ekonomi UI yang notabene tergolong sebagai lembaga pendidikan tinggi negeri, dengan naiknya biaya SP menjadi 200rb/SKS, diskriminasi pendidikan kontan terjadi. Mahasiswa yang memiliki banyak uang dapat lulus dengan lebih cepat ataupun tepat waktu – ketika mahasiswa tersebut mengalami kendala dalam urusan akademiknya. Sedangkan mahasiswa biasa yang pas-pasan, ketika mengalami kendala akademiknya, ia harus menanggung resiko untuk lulus lebih lama karena ketidakmampuannya dalam membayar biaya SP yang semakin melangit.

Tidak hanya itu, mungkin ingatan kita masih belum pudar ketika perberlakuan kebijakan baru jalur masuk mahasiswa UI. Di kampus yang menyandang nama bangsa ini, mahasiswa yang berkecukupan dapat masuk UI tanpa harus bertempur secara akademik dengan ber-puluh bahkan beratus ribu mahasiswa SMA biasa lewat jalur konvensional. Dengan jalur Non-reguler, kelas internasional, dan juga KSDI, mahasiswa berkecukupan mendapatkan privilege untuk masuk kampus dengan cara yang relatif mudah dibandingkan dengan mahasiswa kebanyakan.

Setelah pemberlakuan kebijakan jalur masuk UI dan kenaikan biaya SP, tentu kita semua tidak dapat mengetahui hal-hal diskriminatif lain yang akan dilakukan pihak kampus kepada mahasiswanya. Mungkin permasalahan naiknya biaya SP kali ini dapat dijadikan test case bagi lembaga kemahasiswaan yang ada untuk tetap menajamin hak-hak warga negara untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengenyam pendidikan.

Sebagai representasi mahasiswa, lembaga kemahasiswaan seharusnya dapat melakukan proses advokasi bahkan perlawanan – jika diperlukan – atas diskriminasi yang terjadi atas pelanggaran hak-hak kita sebagai rakyat dalam menempuh pendidikan yang berkeadilan. Tidak dengan sekedar memfasilitasi sosialisasi kenaikan biaya SP yang dilakukan oleh pihak birokrat kampus.

Mulai sekarang, kita harus berani mengungkapkan pendapat kita secara aktif sebagai insan akademis yang bergerak atas dasar kapasitas intelektual dan hati nurani. Karena kita adalah mahasiswa yang bergerak atas pikiran dan idelaismenya sendiri, bukan antek orang-orang yang punya kepentingan!!

Maaf atas segala khilaf



Referensi :

Hatta, Mohammad, Kumpulan Pidato (Jakarta, Yayasan Idayu, 1981)
Stiglitz, Joseph E., Public Sector (kota, penerbit, tahun).
Sunarto, Kamanto, Pengantar Sosiologi (Jakarta, lembaga Penerbit FEUI, 2000)

IDEOLOGI BASI KAUM KIRI

Seperti bunga yang tak lagi merekah, kaum kiri atau yang biasa kita kenal dengan komunis kini sudah tidak berada dalam masa jaya atau kemenangan yang dahulu mereka raih. Negara-negara yang dahulu menganut ideologi ini pun baik secara sukarela (dipimpin dan mengakui secara nyata ajaran-ajaran komunis) maupun secara terpaksa (akibat invasi Uni Sovyet pada perang dunia pertama dan kedua) sudah berangsur-angsur beralih mengikuti arus peradaban menjadi agak ke-kapitalis-kapitalis-an. Fenomena lain yang terjadi sekarang adalah merebaknya orang-orang yang merasa dan mengaku dirinya sebagai orang komunis ataupun sosialis dengan berbagai macam prilaku dan aksi-aksinya yang dicirikan dengan menginginkan perubahan secara revolusioner. Sebenarnya banyak pihak yang masih belum mengetahui secara lengkap tentang komunis atau sosialisme itu sendiri secara lengkap baik ditilik dari sejarah ataupun realita yang terjadi sekarang terhadap ideologi tersebut, wajar saja hal ini dapat terjadi mengingat selama masa orde baru pemerintah melarang penerbitan buku-buku ataupun semua literatur yang berhubungan dengan komunisme itu sendiri.

Jauh sebelum Karl Marx merumuskan tentang konsep masyarakat tanpa kelas, pada abad ketujuh masehi Hesiodus dalam pusinya Works and Days mengagung-agungkan tentang “Zaman Keemasan”, dimana semua manusia hidup dalam kondisi yang sangat berkecukupan dan sudah tidak ada lagi nafsu memiliki dalam diri manusia pada saat itu. Tidak hanya Hesiodus, Plato sang Filsuf yang sudah amat kita kenal, melalui bukunya yang berjudul Republic juga menguatkan konsep tersebut dengan menyimpulkan bahwa akar dari semua masalah dan peperangan yang ada di muka bumi ini adalah hak kepemilikan terhadap sesuatu. Kemudian dalan karyanya yang lain, The Laws, Plato juga memimpikan akan adanya suatu masyarakat yang dimana setiap anggota masyarakat tersebut saling berbagi semua barang-barang duniawi yang mereka miliki seperti Makanan, Istri, anak-anak sampai hal hal yang bersifat sangat pribadi seperti alat indra pun menjadi milik bersama. Kesimpulannya tidak terdapat kepemilikan pribadi sama sekali, semua milik publik.

Beberapa ratus waktu berselang, Karl Marx dan Frederic Engels merumuskan suatu doktrin tentang “sosialisme ilmiah” yang menyatakan bahwa gagasan ideal tentang tiadanya hak milik dan masyarakat yang egaliter bukan hanya merupakan sesuatu yang seharusnya terjadi, akan tetapi sesuatu yang pasti akan terjadi karena didorong oleh evolusi ekonomi ilmiah. Sedikit menyinggung mengenai konsep lain dari komunisme selain masalah penghapusan kelas dan konsep ekonominya, ideologi ini juga sangat mengutamakan materi (materialisme) dalam pengembangan konsep ini dalam perkembangannya. Dengan merujuk langsung kepada teori Darwin dengan bukunya yang sangat terkenal “Origin of the Species”, Marx dan Engels mulai mengembangkan pemahaman tersebut, sehingga muncullah yang sekarang kita kenal sebagai sosialisme. Konsep tentang kebendaan yang kuat inilah yang juga mempengaruhi pemikiran Marx terhadap agama, sebenarnya konsep tentang Anti-keTuhanan itu sendiri kurang ditonjolkan dalam teori sosialisme yang sebenarnya (meskipun konsep ini dijadikan rujukan utama Stalin dalam usahanya membantai umat beragama di Uni Sovyet beberapa tahun silam) akan tetapi pemikitan tentang ketuhanan tersebut muncul ketika Marx merasa sangat kecewa terhadap agama tertentu pada zamannya yang menurutnya sangat membawa iklim ketidakadilan dalam masyarakat (para pemimpin agama tersebut merasa bahwa dirinya sebagai perwakilan Tuhan di dunia dan karena posisinya tersebut mereka dapat bertindak seenaknya seperti dengan kuasa lebihnya dalam menafsirkan ayat-ayat Tuhan, sehingga dengan lantang Marx menyatakan bahwa “agama adalah racun dunia”.

Kemudian dalam perjalanan pemikirannya, Marx dan Engels membagi manusia kedalam 2 kelas besar yakni kelas Borjuis dan Kelas Ploletar. Kelas borjuis disini didefinisikan sebagai segolongan orang dalam masyarakat yang mempunyai faktor produksi (tanah, harta serta alat-alat), sedangkan kelas ploletar didefinisikan sebagai segolongan orang yang terdapat dalam masyarakat dimana mereka tidak memiliki faktor produksi dan karena keterbatasan tersebut maka golongan masyarakat yang kedua inilah yang hanya bisa menjadi pihak-pihak yang diambil tenaganya baik sebagai petani ataupun buruh dalam menjalankan suatu proses produksi. Tidak berbeda dengan filsuf-filsuf terdahulu, Marx juga meramalkan bahwa suatu hari nanti akan ada pertempuran antar kedua kelas tersebut dan akhirnya dimenangkan oleh kelas ploletar dan akhirnya terbentuklah suatu masyarakat tanpa kelas didalamnya.

Semenjak Peter Yang Agung menaklukan Swedia di Poltava pada tahun 1709, Rusia menganggap bahwa negaranya itu merupakan negara yang besar dan merupakan bagian dari komunitas Eropa. St. Petersburg sebagai ibukota Rusia pada saat itu merupakan sebuah kota metropolitan yang terkenal dengan kebudayaan yang tinggi, bangunan yang indah seta ilmu pengetahuan yang berkembang pesat. Akan tetapi hal-hal manis tersebut hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk negara tersebut. Tiga perempat penduduk negara ini mengalami kondisi yang sangat menyedihkan, musim dingin yang berkepanjangan ditambah standar hidup yang sangat rendah menyebabkan kesenjangan ekonomi dan sosial terjadi sangat tinggi bahkan mereka mengganggap masyarakat yang tinggal di ibukota sebagai orang asing karena segalanya begitu berbeda. Kaum kerajaan dan bangsawan memiliki otoritas yang sangat tinggi dalam kepemilikan barang-barang milik publik dan mereka termasuk golongan yang amat kaya, sangat kontras dibandingkan dengan kondisi umum masyarakat Rusia pada umumnya. Untuk meningkatkan kualitas dari negaranya, Tsar melakukan dua hal penting yang pada akhirnya menjadi titik balik revolusi rakyat di Rusia pada saat itu. Kedua hal tersebut adalah dimajukannya pendidikan tinggi dan ditingkatkannya sarana dan prasarana negara (khususnya masalah industri dan transportasi) sebagai akibat dari kekalahan Rusia dalam perang Crimean pada tahun 1854-1855. Untuk point pertama mengenai peningkatan kualitas pendidikan, masyarakat golongn menengah kebawah semakin terbuka kesempatannya dalam mempelajari hal-hal baru yang berada di luar Rusia, salah satunya ideologi sosialisme yang dikomandoi oleh Marx dan Engles. Dengan mempelajari ideologi tersebut maka semangat perubahan terhadap penindasa semakin berkobar, hal ini akan saya jelaskan kemudian. Kemudian faktor yang kedua sudah sangat jelas bahwa dengan melakukan produksi yang bersifat makro akan menyebabkan perdagangan, dan hal tersebut akan melemahkan posisi Tsar dan menumbuhkan semangat kapitalisme dalam tubuh pemerintah Rusia.

Kedua hal tersebut kemudian membuat segolongan kaum intelektual yang tertindas membentuk partai Buruh Sosial-Demokratik Rusia pada tahun 1903 yang bertujuan untuk membebaskan Rusia dari belenggu permasalahan yang ada dan hal tersebut akan dilaksanakan oleh golongan buruh industri, bukan oleh segolongan borjuis yang senantiasa bersenang-senang. Pada kenyataannya partai ini pecah menjadi 2 bagian yaitu golongan Bolshevik yang berarti mayoritas (golongan ini yang kemudian disebut sebagai golongan komunis dipimpin oleh Vladimir Llich Ulianov, yang kita kenal dengan sebutan Lenin, yang berkeyakinan bahwa untuk menjadi anggota partai seseorang tidak hanya perlu mendukung program-program partai, akan tetapi juga harus memberikan diri sepenuh-penuhnya bagi aktivitas partai) dan golongan Menshevik yang berarti minoritas (golongan ini dipimpin oleh seorang sosislis Rusia yang bernama Martov). Seiring berjalannya waktu golongan ini semakin menguat dan berkuasa dan dirasakan mempu untuk melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Dampak langsung dari semua itu adalah Rusia kini dipimpin oleh orang-orang yang tidak mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang luas tentang manajerial kenegaraan. Kebijakan yang dikeluarkan pun menjadi tidak mencerminkan suatu pemerintahan yang baik, khususnya dalam bidang ekonomi (pada akhirnya akan menyebabkan kelaparan yang sangat merajalela dan pembantaian berskala besar yang dilakukan oleh pemerintah terhadap petani penggarap yang kaya – kulaks. Dalam bidang pemerintahan pun pada akhirnya negara hanya dipimpin oleh segolongan orang Bolshevik yang berkeinginan kuat untuk mempertahankan kekuasaannya di Rusia, hal inilah yang menyebabkan keditatoran atas ploletariat dalam suatu rezim totaliter yang memaksakan suatu depotisme yang tak kenal ampun. Dalam aktivitas politiknya Lenin mendefinisikan kediktatorannya sebagai kekuasaan yang tanpa batas, tampa hukum, dan dapat melakukan teror tanpa batas terhadap lawan politikya. Akhirnya semua itu hanya akan menciptakan kelas baru di dalam masyarakat yang katanya tanpa kelas.

Hal yang terjadi kemudian setelah Lenin meninggal dunia adalah berkuasanya Stalin sebagai diktator di negara yang katanya sangat menjunjung tinggi persamaan (sosialisme) sebagai penguasa tunggal yang memiliki otoritas yang sangat besar. Tindakan yang dilakukan Stalin dalam menjalankan roda pemerintahan Rusia pada saat itu bisa dibilang lebih ganas dibandingkan pendahulunya, hal tersebut dapat tercermin dari beberapa tindakan dan kebijakan selama ia berkuasa seperti pembantaian umat beragama dan sarana peribadatan, pembunuhan secara besar-besaran terhadap lawan politik kelompok Stalin yang notabenae terdiri atas kader senior Bolshevik, pembagunan Industri secara besar-besar untuk persiapan perang dunia yang menyebabkan upah buruh merosot tajam dan pemberian upah yang sama untuk semua golongan buruh, perampasan harta, pembunuhan dan pengiriman para petani penggarap ke kamp-kamp pengungsian sebagai usaha kolektivikasi, dan juga penahanan masyarakat sipil tanpa sebab dan alasan yang jelas. Hal ini diperparah oleh kembali dibentuknya kelas baru yang seakan-akan menjadi raja-raja kecil dalam pemerintahan Stalin. Kelompok yang kemudian disebut sebagai nomenklatura ini terdiri atas pejabat-pejabat tinggi partai yang mempunyai kekuasaan untuk memonopoli semua posisi dalam kekuasaan, menikmati privilisi-privilisi yang ada secara bebas dan juga dapat mewariskan kekuasaannya secara turun menurun. Pengkultusan terhadap Stalin pun tampaknya menjadi catatan hitam perjalanan Ideologi ini, Stalin menjadi sosok yang maha kuasa, maha ada, maha mengetahui dan tak pernah salah, sehingga dengan gampangnya sosok diktataor yang satu ini membelokan masanya dari misi mereka yang sebenarnya, perjuangan kelas.

Tampaknya kegagalan-kegagalan yang diterapkan oleh para pendahulu ideologi ini tidak dipelajari dengan baik oleh sebagian besar kaum intelektual yang pada akhirnya menjadikan ideologi ini menjadi pedoman hidupnya. Kejahatan pada masa Revolusi kebudayaan di China, Pembantaian kaum intelektual yang dilakukan oleh Pol Pot di Kamboja, dan tidak berkembangnya negara negara-negara yang masih menganut paham komunis-sosialis dalam berbagai aspek kehidupan jelas menjadikan Ideologi bentukan manusia ini sebagai konsep pemikiran yang banyak menelurkan berbagai macam catatan hitam.

Pada umumya alasan para pengikut ideologi ini berawal dari kekecewaan mereka terhadap sistem kapitalis –yang juga merupakan buatan manusia—yang semakin menyengsarakan rakyat dan menimbulkan kesenjangangan baik sosial ataupun ekonomi yang sangat luar bisa dalam masyarakat karena konsep kepemilikan modalnya. Akhirnya karena malas berfikir & malas untuk mencari ideologi yang sempurna dan paripurna –maaf saya menyebutnya seperti itu—maka mereka masih menganggap bahwa menjadi kiri itu sexy. Mungkin kita sebagai mahasiswa sering melihat para aktivis mahasiswa kiri dengan ciri-ciri yang amat mencolok seperti kegiatannya yang bersifat revolusioner yang mungkin cenderung radikal; berpenampilan “seadanya”; sering menerbitkan buletin-buletin ataupun jurnal-jurnal yang mendompleng nama buruh, tani, dan nelayan: seta kegiatan-kegiatan lainnya yang menurut saya hanya menjadi suatu aktifitas yang utopis. Ada beberapa faktor yang menyebabkan idelogi tersebut seakan-akan mati ditelan zaman seperti kegagalan teori Marx, perbedaan konsep yang amat jelas antara keadilan dan persamaan, cenderung melahirkan kelas baru yang lebih diktator dari pada pergerakan kaum kanan, kelemahan-kelemahan internal yang menyebabkan terjadinya revisi terhadap ideologi ini (revisionisme), penggunaan metode revolusi yang tidak efektif, serta yang paling penting adalah ideologi ini hanyalah buatan manusia sebagai makhluk yang memiliki banyak keterbatasan.

Faktor pertama adalah mengenai kegagalan teori yang Marx ungkapkan, anggapan dasar yang sering didengungkan kaum marxist bahwa untuk mencapai suatu kesejahteraan yang sempurna diperlukan penghapusan terhadap semua kepemilikan sesuatu. Hal ini jelas merupakan hal yang sangat utopis mengingat pada kenyataannya, tanah (yang kali ini saya gunakan sebagai contoh) sejarah zaman dahulu sudah terdapat klaim terhadap hal tersebut (tanah) baik dimiliki oleh kelompok ataupun individu. Hal ini juga merupakan sifat dasar manusia yang selalu ingin meningkatkan kualitas dirinya yang mungkin dalam hal ini dengan memiliki sesuatu. Kemudian faktor selanjutnya adalah perbedaan konsep yang sangat mencolok antara keadilan dan persamaan. Konsep persamaan yang diberlakukan didefinisikan sebagai tindakan yang yang dilakukan secara sama dan serupa ataupun penerimaan terhadap hak-hak yang sama meskipun mempunyai latar belakang yang berbeda. Contoh mengenai hal ini adalah pemaksaan pemerintah Korea Utara dalam menyamakan seluruh model pakaian, model rambut serta cara berpenanpilan rakyatnya, contoh lain yang dapat diberikan adalah penerimaan gaji yang sama untuk para buruh meskipun para buruh tersebut memiliki skill yang berbeda-beda. Kedua contoh tersebut sangat jelas mengingkari kekuasaan Tuhan yang menciptakan manusia dengan pebedaannya. Tentu saja konsep yang sesuai untuk realita seperti itu adalah konsep keadilan dimana setiap manusya diperlakukan secara proporsional sesuai dengan kemampuan, prestasi ataupun dalam hal penerimaan hak yang jelas berbeda.

Ketidakmampuan para penguasa rezim komunis dalam memberlakukan kebijakannya yang jelas bersifat utopis –seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya-- menjadikan para pengusa tersebut terkesan memaksakan kehendaknya dalam rangka mewujudkan tujuannya. Tak jarang perbuatan-perbuatan keji pun dilakukan mulai dari membuat teror, mengasingkan sampai membunuh dapat dilakukan dengan mudah tanpa belas kasih dan jelas kegiatan tersebut dapat dikategorikan sebagai kegaiatan yang melanggar HAM. Tentu saja pengusa-penguasa rezim tersebut hanya terdiri dari beberapa orang ataupun kelompok orang yang menjadikan dirinya sebagai raja-raja baru dalam sistem sosialis-komunis yang pada akhirnya sama saja dengan membentuk suatu kelas baru – jelas hal ini sangat bertentangan dengan konsep awal sosialisme yaitu pembentukan masyarakat tanpa kelas. Kemudian dikaitkan dengan fenomena yang terjadi saat ini, dalam melakukan aksinya para aktivis mahasiswa kira cenderung menggunakan cara-cara revolusioner dalam usaha untuk mewujudkan goal-nya dan hal itu sering kali berakhir anarkis. Pembakaran ban-ban bekas, pengerusakan gedung dan fasilitas umum, membuat kerusuhan, dan berbagai tindakan lainnya yang dapat mencemarkan “pergerakan kemahasiswaan” yang katanya bergerak berlandaskan intelektualitas dan hati nurani. Jelas hal ini dapat terjadi karena sebaik apaun konsep yang manusia buat pasti akan mengalami kecacatan baik cacat yang bersifat signifikan atau tidak. Begitu juga komunisme-sosialisme ataupun paham-paham lain ciptaan manusia seperti materialisme, kapitalisme, dan feminisme pasti akan mati dan tenggelam dalam arus perubahan yang ada. Lalu….

Fraud Ala Mahasiswa

korupsi kecil untuk organisasi kecil

Masih terlalu banyak kaum munafik yang berkuasa.
Masih terlau banyak serigala-serigala berbulu domba.
Buaya-buaya judi, tukang-tukang lacur, tukang-tukang nyontek dan bolos
yang berteriak-teriak tentang moral generasi muda dan tanggung jawab mahasiswa
terhadap rakyat!

(Soe Hok Gie)

Malam itu, waktu menunjukan pukul 21.00. Malam yang cukup dingin di kawasan kampus UI yang dikelilingi hutan kota. Hutan yang berfungsi sebagai daerah serapan air bagi wilayah Depok, Jakarta dan daerah sekitarnya. Hutan yang kini mulai “meranggas” di musim hujan karena pembangunan lahan parkir dan gedung baru yang semakin menggiat akhir-akhir ini.

Namun suasana dingin itu seakan tidak dijumpai di dalam ruang Badan Eksekutif Mahasiswa FEUI – ruangan para aktifis mahasiswa yang selalu berusaha memperjuangkan kepentingan rakyat diatas segalanya. Ruangan yang selalu menjadi tempat diskusi dan basecamp para pejuang kebenaran yang tidak takut turun ke jalan dalam memperjuangkan keadilan sosial itu kini tengah berubah menjadi gegap-gempita. Saat ini ruangan tersebut menjadi arena pertandingan Wining Eleven (WE) para fungsionaris BEM FEUI yang mungkin sudah kelelahan dalam menjalankan tugas berat dalam menjalankan amanat dari rakyat dan mahasiswa, di siang harinya.

Suasana riuh-rendah yang terjadi di ruangan para mahasiswa yang mengaku aktivis tersebut seakan melupakan suatu kenyataan penting, sebuah kenyataan bahwa listrik yang mereka pergunakan untuk bermain WE sampai larut malam tersebut berasal dari uang kuliah mahasiswa lain (melalui Biaya Oprasional Pendidikan yang dibayarkan setiap semesternya) dan juga Admission fee yang dibayarkan pada saat menjadi mahasiswa baru di awal tahun perkuliahan.

Mungkin tidak banyak mahasiswa yang mengetahui kebobrokan yang terjadi ini, tetapi yang pasti, tindakan penyalahgunaan asset tersebut merupakan kondisi yang tidak dapat diabaikan oleh publik FEUI karena cepat atau lambat tindakan ini akan menimbulkan mis-alokasi keuangan fakultas dan kemahasiswaan, dan yang pasti adalah runtuhnya kepercayaan mahasiswa terhadap lembaga kemahasiswaan yang diharapkan menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan terwujudnya good corporate governance dalam pemerintahan Negara Indonesia tercinta ini.

Tindakan penyalahgunaan asset yang dilakukan oleh BEM FEUI ini dapat dikategorikan sebagai asset misappropriation yang menjadi tipologi dan sebab terjadinya fraud (Delf, 2004). Asset misappropriation dapat didefinisikan sebagai penjarahan kekayaan perusahaan atau lembaga. Dengan terjamahan ini pula, kita dapat menjabarkan lebih lanjut bahwa fraud jenis ini dapat terjadi di banyak area kegiatan, mulai dari pencurian uang secara terbuka (larency) sampai pencurian dan penyalahgunaan (misuse) harta lembaga seperti rumah dinas, mobil dinas, sampai penggunaan asset organisasi yang dipergunakan untuk tujuan dan kepentingan pribadi (Tuanakotta, 2007).

Terdapat banyak pandangan mengenai definisi fraud (Inggris) atau fraude (Belanda) itu sendiri. Thornhill (1995) menyatakan bahwa fraud adalah suatu perbuatan melawan atau melanggar hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan/atau dari luar organisasi dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/ atau kelompoknya yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. Dengan definisi lain, Association of Certified Fraud Examinations (ACFE) memperluas definisi fraud yaitu tidak sekedar kepada tindakan yang mengarah kepada kegiatan yang berbau korupsi (conflict of interest, bribery, illegal gratuity, dan economic extortion), tetapi juga kepada tindakan yang mengarah kepada pencurangan laporan keuangan dan segala tindakan penyalahgunaan asset organisasi.

Semua organisasi, apapun jenis, bentuk, skala operasi dam kegiatannya memiliki resiko terjadinya fraud. Setidaknya terdapat tiga hal yang menjadi penyebab terjadinya fraud dalam sebuah organisasi. Ketiga hal yang biasa disebut dengan fraud triangle tersebut adalah insentif atau tekanan untuk melakukan fraud, peluang untuk melakukan fraud dan juga sikap atau rasionalisasi dalam membenarkan tindakan fraud.

Dalam konteks yang kita bicarakan kali ini, insentif yang akan didapatkan oleh para aktivis BEM FEUI tidak lain adalah kesenangan dalam bermain WE, peluangnya adalah tidak adanya peraturan internal yang mengatur penggunaan asset organisasi dan mungkin rasionalisasinya adalah bahwa masih banyak para pejabat dalam struktur kenegaraan republik ini, yang notabene memiliki posisi lebih strategis dari menjadi sekedar aktivis BEM FEUI, yang melakukan tindakan penyalahgunaan asset yang lebih besar dari sekedar bermain WE di malam hari di ruangan milik publik tersebut. Tentu, selain ketiga hal yang melandasi terjadinya fraud di dalam organisasi BEM FEUI yang telah dijabarkan sebelumnya adalah lemahnya pengendalian internal di dalam organisasi tersebut (Koesmana, et al, 2007).

Kuatnya dukungan politik yang diperoleh oleh Kholid sebagai ketua BEM FEUI dengan perolehan suara terbanyak sepanjang sejarah PEMILU FEUI tidak serta-merta menjadikan organisasi yang dipimpinnya menjadi organisasi yang telah merepresentasikan harapan sebagian besar mahasiswa FEUI akan perwujudan lembaga kemahasiswaan yang bersih dan transparan. Organisasi yang dahulu pernah besar ini akan menjadi kecil dan tetap akan menjadi kecil selama praktik pengabaian terhadap prinsip-prinsip Good Corporate Governance terus dibudayakan di dalam organisasi yang menyandang nama besar FEUI tersebut.

Dan, seperti dalam sebuah lirik lagu yang sering diteriakan oleh Rage Against The Machine, “We found your weakness, and it's right outside your door. Now testify!”

Maaf atas segala khilaf



Referensi :
AICPA. “Auditors’ Responsibility for Fraud Detection”. Journal of Accountancy Online. (www.aicpa.org./PUBS/JOFA/jan2003/ramos.htm.).

EBAR. Fraud: Tinjauan dari berbagai perspektif. Economics Business & Accounting Review. Volume II No.1 edisi januari – april 2007.

Thornhill, Williaam T. 1994. “Forensic Accounting: How to investigate financial fraud”. Burr Ridge, IL: Irwin Professional Publishing.

Cinta dan Perjuangan

sayang ceritanya berbeda ---transaction---
by : Wahyu dede kusuma

awalnya gw berfikir saat gw baca tulisan lo boy.. gw akan mendengar cerita antara barbara novak dan catcher block dalam cerita "down with love". tapi seratus persen gw salah.. dan minus 10 persen gw benar.. kata sayang.. yang gw tulis sebagai cara untuk memantik "match" akhirnya membakar tangan gw sendiri..

jujur, gw siap saat api itu membakar semuanya.. karna gw berfikir hanya ini cara yang cukup bijak untuk membuat semuanya mulai bercerita..

setelah gw membaca tulisan lo boy.. gw bisa mengatakan bahwa lo belum sembuh dari post power syndrome.. lo terus memikirkan sesuatu hal yang paling lo kuasai di masa yang lalu.. gw bersyukur akan hal itu.. sebab mungkin memang lo "napoleon" yang akan membebaskan kami dari ketidakjelasan dan ketidakpastian saat ini..

boy.. gw g pernah berfikir jadi "napoleon".. karna dia tak berarti bagi gw.. tapi kalau untuk menjadi seorang "hitler", gw sangat siap.. bagi gw, seseorang itu butuh karakter..jika dia berkarakter maka masapun tak bisa melekangkannya.. tapi gw yakin jika ada lebih dari satu saja "hitler" maka takkan ada ukhuwah dan persahabatan.. yang ada hanya kegelisahan.. gw sangat bersyukur boy..gw pernah mengenal lo.. sebab napoleon dan hitler selalu bisa disandingkan dalam buku besar sejarah dunia..

dari tulisan lo.. gw melihat begitu menariknya cerita masa lalu lo bersama canciatti.. perjuangan yang luar biasa..

gw bersama lo hanya saat kita menyiapkan "jihad kecil" sekitar tujuh bulan yang lalu.. dan lo sudah ber"perang" lebih dari lima kali bilangan itu, bersama canciatti tentunya..

gw melihat cita-cita yang begitu besar yang tergambar pada tulisan lo..gw iri pada lo.. sebab lo bisa menuangkan cita-cita lo dalam harapan.. jujur resikonya sangat tinggi.. sebab harapan bisa memakan setiap impian.. sampai lo g ingin untuk bermimpi lagi..tapi lo berani.. terlalu berani..dan gw benar-benar g bisa mengimbanginya..

tapi satu koreksi gw buat lo..
kenapa lo menaruhnya pada ruang tabu bersama canciatti..mungkin lo sedang bernostalgia.. tapi canciatti tidak sedang berpesta.. dia sibuk menekan tuts pianonya.. tapi bukan untuk berhibur..tapi dia sedang mengukur diri, sejauh mana nada itu bisa melanjutkan impiannya..dia dibatasi ruang dan kesempatan yang tentu memaksanya untuk bertarung sehingga mungkin membuatnya lupa bahwa nada itu adalah tarian harmoni yang membuat setiap orang yang mendengarkannya larut dalam alunan kebahagiaan.

tapi gw yakin selain dimensi masa lalu lo bersama canciatti.. lo berpesan kepada kami agar kami ikut dalam episode perjuangan lo.. gw g keberatan.. maret menunggu.. lo pasti tahu itu.. mungkin tanpa canciatti saat itu.. tapi gw yakin lo g keberatan kan?? biarkan dia melanjutkan impiannya..dia berhak akan hal itu..

gw siap untuk membantu lo sebagai eksekutor rehabilitasi karakter.. tigor siap sebagai desainer terbaik untuk pesta kita saat itu.. erik, panglima perang pengatur strategi bersama lo..ada kholid "matador berani nan bijak", hanief "sang inisiator terdidik" , ida "sekuat namanya", nurul kecil "pengurus rumah tangga yang cekatan nan berani menghardik kepala keluarga sekalipun" dan sahabat-sahabat kita yang lain yang siap untuk mengerjakan pekerjaan rumah kita terakhir sebelum kita menyusul langkah canciatti..

gw g tau apakah lo mau atau tidak??

ini tawaran gw..

gw bergerak atas dasar kesepakatan dan aturan main..atau mereka menyebutnya sebagai transaksi..transaksi ini penting.. agar kita bisa saling bisa memegang janji.. tapi untuk pesta kita di bulan maret itu, gw g akan menghitungnya dalam bahasa gw.. bahasa cost n benefit analysis..atau bahasa uang.. sebab ilmu gw belum sempurna.. hal ini mengindikasikan bahwa kita bisa melakukannya dalam totalitas yang bertahap..

itu aja dari gw.. untuk kata sayang pada canciatti.. itu tanggung jawab gw.. lo nggak perlu pusing akan hal itu..seperti halnya gw juga g memikirkannya.. sebab sayang adalah cara gw untuk berbagi cerita.. seperti halnya gw ucapkan kepada laila.. kalau memang ada masalah dengan itu, gw siap menyelesaikannya..

23.30 @Maharaja Depok




To you boy, erik, tigor, kholid, mbak pipit n canciatti yang kuyakin lulus semester ini... amin ya Allah..

gw kali ini memang sedang menyalakan korek api
gw memantiknya...
tapi gw melakukannya tidak untuk membakar kebahagiaan
atau menghangatkan kesedihan
saat ini gw hanya ingin menerangi jalan..
jalan kenangan..
mungkin kita bisa saling berbagi..
berbagi cerita..
untuk satu masa saat kita akan mengingatnya
apa adanya..

To canciatti
---karna sebagai victim saat ini saya pribadi menawarkan "gift" sebagai ungkapan rasa simpati..pertama, menjilidkan skripsi.kedua, j-co saat selesai kompre. terserah mau yang mana.ini tawaran bukan paksaan. moga skripsinya lancar..jangan terganggu ---




Untuk BEM tahun ini ---box---
(gw yakin Basori telah menjadi pemenang, kenapa ?? karna dia berani mencoba)

untuk kali ini gw akan bercerita tentang BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa).. sebagian menyindir dengan Badan Eksklusif, Memmang..

pasti sulit berjuang di BEM..UI yang begitu besar harus dijamah oleh sekelumit orang yang mungkin jumlahnya tak lebih dari 1 persen penduduk UI..

saat ini basori sedang berjuang bersama toha.. begitu juga sahabat edwin dan pongki..

gw g tau sejauh mana yang mereka lakukan.. tapi yang gw tau basori pernah menawarkan gw jadi cm pusatnya dan edwin menawarkan jd cm fakultasnya..tawaran ini tentu saja dilema.. satu sisi gw harus ikut aturan jama'ah n satu sisi basori adalah sahabat gw..

tapi gw harus memilih.. yaitu memilih untuk tidak menjadi keduanya.. sebab gw tak ingin mengecewakan keduanya..

saat ini gw berdoa agar mereka semua diberi kemudahan dalam perjuangannya.. gw yakin Allah akan memberikan yang terbaik untuk sebuah institusi yang pernah mengharumkan nama bangsa.. BEM UI tercinta..

To BEM
---siapa sich lo?? ini sindiran..meskipun bisa jadi gw juga mengatakannya tapi ini benar-benar tak berarti dibandingkan perjuangan mereka ---



-iDa- a., Akew M., Pipit I., Rizki D., eric m., husNa i., tigor m., zoel z.,

Sebuah surat balasan :
By : Muhammad Isa

-- iya de, sayang ceritanya berbeda.. –

Tidak seperti biasanya, malam ini saya tidak lagi temani oleh alunan swing jazz ataupun lagu patah hati yang biasanya saya dengar untuk sekedar melemaskan neuron otak yang menegang. Sekarang ini, hentakan irama dan lonjakan kata-kata saling beradu dari rapper EBITH Beat’A yang menemani dalam kesendirian. Kesendirian memikirkan rencana kehidupan yang akan kutempuh kedepan. Banyak hal yang sedang kuimpikan. Impian untuk menggenapkan setengah agama yang tinggal 1.5 tahun lagi, impian untuk mengejar pendidikan lanjut di Ohio State University ataupun Oxford University dalam bidang public policy sebelum usia 30 tahun, impian untuk menempati puncak karier politik di usia 45 tahun, impian untuk meraih gelar guru besar di usia 55 tahun dan banyak impian dunia-akhirat lain yang masih menjadi sekedar konsepsi tentang hidup.

Menjadi manusia butuh impian, karena dengan mimpi akan melahirkan persepsi, dan persepsi akan berpengaruh akan perilaku dan tindakan. Hal itulah yang kemudian membedakan manusia dengan lainnya, bahwa manusia tanpa mimpi tidak lebih dari seonggok daging yang bisa bergerak dan berjalan. Saya sadar, banyak hal yang harus dilakukan. Banyak konsepsi-konsepsi yang harus di kongkretkan dengan sistematika yang lebih jelas. Yang pasti, perlu banyak tekad dan kerja keras untuk menggapai segala cita yang ada.

Sebagai seorang kawan, saya akan membantu dede untuk membuat cerita ini menjadi terus berlanjut, tidak terhenti ataupun menggantung.

Saya, beliau dan kita semua pun sadar bahwa kisah ini tidak akan berakhir seperti cerita cinta pada pride and prejudice, ataupun romansa antara Minke dan Annelies di Bumi Manusia-nya Pramoedya Ananta Toer. Semua berjalan sangat manusiawi dan natural. Seperti layaknya surat-surat “cinta” Kartini kepada Ny. R.M. Abendanon akan gagasannya dalam melepaskan belenggu wanita Jawa dari penindasan feodalisme kaumnya sendiri, semua surat yang saya kirimkan berkisar antara gagasan dan cita-cita, tidak lebih. Namun sayang, “surat cinta” itu tak berbalas. Seiring dengan tetesan air yang terus tumpah perlahan dari kran kamar mandiku yang rusak, saya pun akhirnya sadar bahwa tidak berbalasnya “cinta“ itu karena suatu alasan. Alasan yang sangat kuat. Sebuah alasan yang tiada siapapun berhak menggubrisnya. Termasuk saya sendiri, seorang teman yang sering menggodanya untuk sesekali mengingat romantisme perjuangan masa lalu.

Rekan,
Jangan pernah kita bicara post power syndrome dalam hal ini, karena saya pikir hal tersebut sangat tidak relevan untuk dikaitkan lebih lanjut. Apa yang saya lakukan saat ini adalah bukti atas komitmen yang telah saya ungkapkan untuk tetap berkontribusi dalam perjuangan yang kita lakukan kedepan. Sebuah komitmen untuk tetap berperan di belakang layar yang harus dipertanggungjawabkan tidak hanya kepada rekan-rekan “se-baiat”, tetapi juga merupakan sebuah pertanggung jawaban yang akan diminta laporannya oleh Alloh di hari akhir nanti. Saya pikir, komitmen adalah sebuah keputusan untuk membatasi kita dari berbagai macam pilihan yang ada. Lebih jauh lagi, komitmen bagi seorang lelaki adalah sebuah pedang yang pantang untuk disarungkan sebelum peperangan usai dilangsungkan. Begitulah sebuah prinsip yang saya yakini dan pertahankan. Saya pun tidak ragu memperjuangkan atas itu..

Terlalu mewah sebutan Napoleon yang disandangkan saudara Dede kepadaku. Mungkin, saat ini saya lebih suka disebut dengan Jack Sparrow yang tetap berjuang untuk mempertahankan hidup dengan caranya sendiri, atau Karl May yang tidak pernah lelah untuk bermimpi akan hidup dan kehidupan ditengah kebutaan yang melanda, dan atau seorang Socrates yang rela mati demi mempertahankan prinsip dan pandangannya. Bukan apa-apa saudara Dede, saya pikir perjuangan ini harus kita lanjutkan. Kesalahan masa lalu harus kita benahi. Keberhasilan yang telah dicapai harus kita lanjutkan. Itulah yang melandasi pegerakanku saat ini. Mempersiapkan generasi masa depan dan menghimpun para kesatria langit untuk berjuang bersama menegakan agama Alloh dan bersama membebaskan kita semua dari kejumudan pergerakan yang semakin akut ini.

Terkadang saya sedih, tidak ada seorangpun mengerti akan gagasan dan igauan yang kuungkapkan, terlebih lagi setelah ”ditinggalkan” oleh You Know Who. Selama ini saya hanya berpikir tentang gagasan akan perubahan dan pergerakan yang lebih progresif. Igauan akan obsesi untuk mengejar ketertinggalan inovasi dakwah yang semakin terhambat dengan kepemimpinan para ”pengantar pos”. Dan berbagai macam hal lainnya yang terus menghambat laju roda pergerakan ini. Apakah salah memiliki sebuah impian?

Rekan, dunia sekarang ini memuntut kita bergerak lebih cepat dan bekerja lebih keras dari biasanya. Lingkungan saat ini tengah mengharapkan pencerahan dari kita untuk bergerak di kalangan Grass Root secara inklusif. Seharusnya kita semua pun sadar bahwa sekarang ini Bumi sedang menunggu kita untuk melakukan kontribusi nyata dalam memberikan manfaat untuk orang lain dan lingkungan. Dan saya yakin, Langit pun merestui..

Sinergisitas kehidupan
Setiap Zaman memiliki kesatrianya masing masing. Semua hal sudah ditempatkan secara teratur, begitu juga akan takdir yang harus diambil oleh Robin Hood yang harus berjuang melawan kesewenang-wenangan pengusasa di Inggris, Joan de Arc yang harus bertempur membebaskan Prancis dari jajahan Inggris, ataupun Muhammad Al-Fatih yang ditakdirkan untuk menjadi pembabas Konstatinopel dari kekuasaan kafir. Setiap orang sudah ditempatkan berdasarkan proporsi yang terbaik. Tidak ada sesuatu yang abadi, terlebih lagi untuk sebuah kehidupan kemahasiswaan. Semua hal terus berganti dan berputar. Yang lapuk akan terganti dengan yang segar. Sang kontemporer dengan senang hati mengganti kedudukan si kolot dalam kehidupan. Kesemuanya berjalan secara alamiah, menuju sebuah sinergisitas tingkat tinggi yang dinamakan regenerasi.

Saya sadar, waktu akademisku di FEUI sudah tidak lama lagi. Kelulusan adalah impian yang umum diharapkan oleh mahasiswa tingkat akhir sepertiku. Di lain pihak, perjuangan dan kehidupan paska kampus sudah menanti di depan mata. Impian dan igauan akan masa depan pun menanti untuk di jemput. Saya hanya berpikir untuk meninggalkan sesuatu. Mewariskan sesuatu yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk terus bergerak dan melanjutkan perjuangan yang membutuhkan banyak manuver di kampus ini. Saya pun berharap ada figur seorang mujaddid dakwah yang dapat kembali menggairahkan perjuangan yang dilakukan dan membebaskan belenggu kejumudan dalam aktivitas yang seakan menjadi monoton dan basi. Sebagai seorang kawan yang telah lama saling kenal, saya pun kemudian membaginya dengan mbak Canciatti dalam hal itu, dengan menerobos ruang tabu yang “haram” untuk dimasuki. Saya pikir semuanya sah saja karena berbekal sebuah keyakinan yang telah saya ungkapkan pada paragraf sebelumnya. Tidak akan pernah ada Barbara Novak dan Catcher Block dalam kisah kali ini. Karena ia tidak akan pernah mendekati incest katanya..

Perjuangan untuk berbagi gagasan dan ide dengan beliau telah kandas dengan telaknya karena beberapa hal yang tidak dapat saya ganggu gugat – saya pun telah mengungkapkannya dalam paragraf sebelumnya. Seperti halnya yang saudara Dede ungkapkan, saya lebih menginginkan ada generasi baru yang dapat melanjutkan perjuangan dengan lebih baik dan terstrukur. Sekelompok orang yang dapat melakukan improvement dalam setiap strategi perang yang dilakukan. Sekelompok orang yang kemudian dapat menjadi Templar Knight untuk sebuah peradaban besar yang kita citakan bersama.

I Need someone who had intelligence and judgement and, most critically, a anticipate, to see around corners. I also look for loyalty, integrity, a high energy drive, a balanced ego, and the drive to get things done”
(Colin Powell)

Saudara Dede,
Saya berkomitmen untuk menyelesaikan seluruh amanah yang saya pegang, dengan atau tanpa mbak Canciatti. Karena saya pikir mbak Canciatti punya prioritasnya sendiri, kita pun harus menghargainya. Tentu saya sangat terhormat ketika ada sekelompok orang yang ingin bergabung dengan saya untuk dapat concern berdiskusi dan beramal tentang cita-cita peradaban yang ingin kita gapai. Saya sangat terhormat ketika Eric dapat bersama dengan pergerakan ini untuk mencapai sebuah perubahan, Kholid dengan teori politik dan syarah Islam-nya, Tigor dan Iman dengan kemampuan melukis media-media perjuangan yang ada, Hanief dan Rahmat dengan pemikiran-pemikirannya , Ida dengan semangat karakter yang khas, Nurul kecil dengan keterus-terangannya dan tentunya anda dengan kemampuan “emengan kacrut” yang berlindung dibalik sebuah kata yang bernama “transaksi”. Sejujurnya saya juga berharap terdapat nama Nadia, Najwa, Ilman, Ardi, serta X-va yang bergabung dalam barisan diskusi ini, serta tentunya “bocah” lainnya yang berminat.

Untuk dede, lw bener-bener harus merealisasikan permintaan maaf itu bukan hanya untuk mbak Canciatti, tapi juga untuk gw! Karena gw juga merupakan victim atas kesewenangan manuver berfikir dari kumpulan informasi yang ga sempurna. Oya, juga tolong diklarifikasi dengan lebih jelas bahwa kata “sayang” itu merupakan ijtihad linguistik yang berasal dari lw, bukan gw OK!

Untuk mbak Canciatti, mbak Pipit dan setiap anggota genk “ga penting”-nya, lain waktu kita akan lanjutkan diskusi kita tentang hidup, perjuangan dan masa depan yang sering tertunda. Saya merasa sangat terhormat bisa berteman dan mengenal seseorang seperti kalian. Seorang yang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang guru dan sahabat pada saat yang sama..

Terima kasih dan tetap berjuang!