Selasa, 29 September 2009

IDEOLOGI BASI KAUM KIRI

Seperti bunga yang tak lagi merekah, kaum kiri atau yang biasa kita kenal dengan komunis kini sudah tidak berada dalam masa jaya atau kemenangan yang dahulu mereka raih. Negara-negara yang dahulu menganut ideologi ini pun baik secara sukarela (dipimpin dan mengakui secara nyata ajaran-ajaran komunis) maupun secara terpaksa (akibat invasi Uni Sovyet pada perang dunia pertama dan kedua) sudah berangsur-angsur beralih mengikuti arus peradaban menjadi agak ke-kapitalis-kapitalis-an. Fenomena lain yang terjadi sekarang adalah merebaknya orang-orang yang merasa dan mengaku dirinya sebagai orang komunis ataupun sosialis dengan berbagai macam prilaku dan aksi-aksinya yang dicirikan dengan menginginkan perubahan secara revolusioner. Sebenarnya banyak pihak yang masih belum mengetahui secara lengkap tentang komunis atau sosialisme itu sendiri secara lengkap baik ditilik dari sejarah ataupun realita yang terjadi sekarang terhadap ideologi tersebut, wajar saja hal ini dapat terjadi mengingat selama masa orde baru pemerintah melarang penerbitan buku-buku ataupun semua literatur yang berhubungan dengan komunisme itu sendiri.

Jauh sebelum Karl Marx merumuskan tentang konsep masyarakat tanpa kelas, pada abad ketujuh masehi Hesiodus dalam pusinya Works and Days mengagung-agungkan tentang “Zaman Keemasan”, dimana semua manusia hidup dalam kondisi yang sangat berkecukupan dan sudah tidak ada lagi nafsu memiliki dalam diri manusia pada saat itu. Tidak hanya Hesiodus, Plato sang Filsuf yang sudah amat kita kenal, melalui bukunya yang berjudul Republic juga menguatkan konsep tersebut dengan menyimpulkan bahwa akar dari semua masalah dan peperangan yang ada di muka bumi ini adalah hak kepemilikan terhadap sesuatu. Kemudian dalan karyanya yang lain, The Laws, Plato juga memimpikan akan adanya suatu masyarakat yang dimana setiap anggota masyarakat tersebut saling berbagi semua barang-barang duniawi yang mereka miliki seperti Makanan, Istri, anak-anak sampai hal hal yang bersifat sangat pribadi seperti alat indra pun menjadi milik bersama. Kesimpulannya tidak terdapat kepemilikan pribadi sama sekali, semua milik publik.

Beberapa ratus waktu berselang, Karl Marx dan Frederic Engels merumuskan suatu doktrin tentang “sosialisme ilmiah” yang menyatakan bahwa gagasan ideal tentang tiadanya hak milik dan masyarakat yang egaliter bukan hanya merupakan sesuatu yang seharusnya terjadi, akan tetapi sesuatu yang pasti akan terjadi karena didorong oleh evolusi ekonomi ilmiah. Sedikit menyinggung mengenai konsep lain dari komunisme selain masalah penghapusan kelas dan konsep ekonominya, ideologi ini juga sangat mengutamakan materi (materialisme) dalam pengembangan konsep ini dalam perkembangannya. Dengan merujuk langsung kepada teori Darwin dengan bukunya yang sangat terkenal “Origin of the Species”, Marx dan Engels mulai mengembangkan pemahaman tersebut, sehingga muncullah yang sekarang kita kenal sebagai sosialisme. Konsep tentang kebendaan yang kuat inilah yang juga mempengaruhi pemikiran Marx terhadap agama, sebenarnya konsep tentang Anti-keTuhanan itu sendiri kurang ditonjolkan dalam teori sosialisme yang sebenarnya (meskipun konsep ini dijadikan rujukan utama Stalin dalam usahanya membantai umat beragama di Uni Sovyet beberapa tahun silam) akan tetapi pemikitan tentang ketuhanan tersebut muncul ketika Marx merasa sangat kecewa terhadap agama tertentu pada zamannya yang menurutnya sangat membawa iklim ketidakadilan dalam masyarakat (para pemimpin agama tersebut merasa bahwa dirinya sebagai perwakilan Tuhan di dunia dan karena posisinya tersebut mereka dapat bertindak seenaknya seperti dengan kuasa lebihnya dalam menafsirkan ayat-ayat Tuhan, sehingga dengan lantang Marx menyatakan bahwa “agama adalah racun dunia”.

Kemudian dalam perjalanan pemikirannya, Marx dan Engels membagi manusia kedalam 2 kelas besar yakni kelas Borjuis dan Kelas Ploletar. Kelas borjuis disini didefinisikan sebagai segolongan orang dalam masyarakat yang mempunyai faktor produksi (tanah, harta serta alat-alat), sedangkan kelas ploletar didefinisikan sebagai segolongan orang yang terdapat dalam masyarakat dimana mereka tidak memiliki faktor produksi dan karena keterbatasan tersebut maka golongan masyarakat yang kedua inilah yang hanya bisa menjadi pihak-pihak yang diambil tenaganya baik sebagai petani ataupun buruh dalam menjalankan suatu proses produksi. Tidak berbeda dengan filsuf-filsuf terdahulu, Marx juga meramalkan bahwa suatu hari nanti akan ada pertempuran antar kedua kelas tersebut dan akhirnya dimenangkan oleh kelas ploletar dan akhirnya terbentuklah suatu masyarakat tanpa kelas didalamnya.

Semenjak Peter Yang Agung menaklukan Swedia di Poltava pada tahun 1709, Rusia menganggap bahwa negaranya itu merupakan negara yang besar dan merupakan bagian dari komunitas Eropa. St. Petersburg sebagai ibukota Rusia pada saat itu merupakan sebuah kota metropolitan yang terkenal dengan kebudayaan yang tinggi, bangunan yang indah seta ilmu pengetahuan yang berkembang pesat. Akan tetapi hal-hal manis tersebut hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk negara tersebut. Tiga perempat penduduk negara ini mengalami kondisi yang sangat menyedihkan, musim dingin yang berkepanjangan ditambah standar hidup yang sangat rendah menyebabkan kesenjangan ekonomi dan sosial terjadi sangat tinggi bahkan mereka mengganggap masyarakat yang tinggal di ibukota sebagai orang asing karena segalanya begitu berbeda. Kaum kerajaan dan bangsawan memiliki otoritas yang sangat tinggi dalam kepemilikan barang-barang milik publik dan mereka termasuk golongan yang amat kaya, sangat kontras dibandingkan dengan kondisi umum masyarakat Rusia pada umumnya. Untuk meningkatkan kualitas dari negaranya, Tsar melakukan dua hal penting yang pada akhirnya menjadi titik balik revolusi rakyat di Rusia pada saat itu. Kedua hal tersebut adalah dimajukannya pendidikan tinggi dan ditingkatkannya sarana dan prasarana negara (khususnya masalah industri dan transportasi) sebagai akibat dari kekalahan Rusia dalam perang Crimean pada tahun 1854-1855. Untuk point pertama mengenai peningkatan kualitas pendidikan, masyarakat golongn menengah kebawah semakin terbuka kesempatannya dalam mempelajari hal-hal baru yang berada di luar Rusia, salah satunya ideologi sosialisme yang dikomandoi oleh Marx dan Engles. Dengan mempelajari ideologi tersebut maka semangat perubahan terhadap penindasa semakin berkobar, hal ini akan saya jelaskan kemudian. Kemudian faktor yang kedua sudah sangat jelas bahwa dengan melakukan produksi yang bersifat makro akan menyebabkan perdagangan, dan hal tersebut akan melemahkan posisi Tsar dan menumbuhkan semangat kapitalisme dalam tubuh pemerintah Rusia.

Kedua hal tersebut kemudian membuat segolongan kaum intelektual yang tertindas membentuk partai Buruh Sosial-Demokratik Rusia pada tahun 1903 yang bertujuan untuk membebaskan Rusia dari belenggu permasalahan yang ada dan hal tersebut akan dilaksanakan oleh golongan buruh industri, bukan oleh segolongan borjuis yang senantiasa bersenang-senang. Pada kenyataannya partai ini pecah menjadi 2 bagian yaitu golongan Bolshevik yang berarti mayoritas (golongan ini yang kemudian disebut sebagai golongan komunis dipimpin oleh Vladimir Llich Ulianov, yang kita kenal dengan sebutan Lenin, yang berkeyakinan bahwa untuk menjadi anggota partai seseorang tidak hanya perlu mendukung program-program partai, akan tetapi juga harus memberikan diri sepenuh-penuhnya bagi aktivitas partai) dan golongan Menshevik yang berarti minoritas (golongan ini dipimpin oleh seorang sosislis Rusia yang bernama Martov). Seiring berjalannya waktu golongan ini semakin menguat dan berkuasa dan dirasakan mempu untuk melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Dampak langsung dari semua itu adalah Rusia kini dipimpin oleh orang-orang yang tidak mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang luas tentang manajerial kenegaraan. Kebijakan yang dikeluarkan pun menjadi tidak mencerminkan suatu pemerintahan yang baik, khususnya dalam bidang ekonomi (pada akhirnya akan menyebabkan kelaparan yang sangat merajalela dan pembantaian berskala besar yang dilakukan oleh pemerintah terhadap petani penggarap yang kaya – kulaks. Dalam bidang pemerintahan pun pada akhirnya negara hanya dipimpin oleh segolongan orang Bolshevik yang berkeinginan kuat untuk mempertahankan kekuasaannya di Rusia, hal inilah yang menyebabkan keditatoran atas ploletariat dalam suatu rezim totaliter yang memaksakan suatu depotisme yang tak kenal ampun. Dalam aktivitas politiknya Lenin mendefinisikan kediktatorannya sebagai kekuasaan yang tanpa batas, tampa hukum, dan dapat melakukan teror tanpa batas terhadap lawan politikya. Akhirnya semua itu hanya akan menciptakan kelas baru di dalam masyarakat yang katanya tanpa kelas.

Hal yang terjadi kemudian setelah Lenin meninggal dunia adalah berkuasanya Stalin sebagai diktator di negara yang katanya sangat menjunjung tinggi persamaan (sosialisme) sebagai penguasa tunggal yang memiliki otoritas yang sangat besar. Tindakan yang dilakukan Stalin dalam menjalankan roda pemerintahan Rusia pada saat itu bisa dibilang lebih ganas dibandingkan pendahulunya, hal tersebut dapat tercermin dari beberapa tindakan dan kebijakan selama ia berkuasa seperti pembantaian umat beragama dan sarana peribadatan, pembunuhan secara besar-besaran terhadap lawan politik kelompok Stalin yang notabenae terdiri atas kader senior Bolshevik, pembagunan Industri secara besar-besar untuk persiapan perang dunia yang menyebabkan upah buruh merosot tajam dan pemberian upah yang sama untuk semua golongan buruh, perampasan harta, pembunuhan dan pengiriman para petani penggarap ke kamp-kamp pengungsian sebagai usaha kolektivikasi, dan juga penahanan masyarakat sipil tanpa sebab dan alasan yang jelas. Hal ini diperparah oleh kembali dibentuknya kelas baru yang seakan-akan menjadi raja-raja kecil dalam pemerintahan Stalin. Kelompok yang kemudian disebut sebagai nomenklatura ini terdiri atas pejabat-pejabat tinggi partai yang mempunyai kekuasaan untuk memonopoli semua posisi dalam kekuasaan, menikmati privilisi-privilisi yang ada secara bebas dan juga dapat mewariskan kekuasaannya secara turun menurun. Pengkultusan terhadap Stalin pun tampaknya menjadi catatan hitam perjalanan Ideologi ini, Stalin menjadi sosok yang maha kuasa, maha ada, maha mengetahui dan tak pernah salah, sehingga dengan gampangnya sosok diktataor yang satu ini membelokan masanya dari misi mereka yang sebenarnya, perjuangan kelas.

Tampaknya kegagalan-kegagalan yang diterapkan oleh para pendahulu ideologi ini tidak dipelajari dengan baik oleh sebagian besar kaum intelektual yang pada akhirnya menjadikan ideologi ini menjadi pedoman hidupnya. Kejahatan pada masa Revolusi kebudayaan di China, Pembantaian kaum intelektual yang dilakukan oleh Pol Pot di Kamboja, dan tidak berkembangnya negara negara-negara yang masih menganut paham komunis-sosialis dalam berbagai aspek kehidupan jelas menjadikan Ideologi bentukan manusia ini sebagai konsep pemikiran yang banyak menelurkan berbagai macam catatan hitam.

Pada umumya alasan para pengikut ideologi ini berawal dari kekecewaan mereka terhadap sistem kapitalis –yang juga merupakan buatan manusia—yang semakin menyengsarakan rakyat dan menimbulkan kesenjangangan baik sosial ataupun ekonomi yang sangat luar bisa dalam masyarakat karena konsep kepemilikan modalnya. Akhirnya karena malas berfikir & malas untuk mencari ideologi yang sempurna dan paripurna –maaf saya menyebutnya seperti itu—maka mereka masih menganggap bahwa menjadi kiri itu sexy. Mungkin kita sebagai mahasiswa sering melihat para aktivis mahasiswa kiri dengan ciri-ciri yang amat mencolok seperti kegiatannya yang bersifat revolusioner yang mungkin cenderung radikal; berpenampilan “seadanya”; sering menerbitkan buletin-buletin ataupun jurnal-jurnal yang mendompleng nama buruh, tani, dan nelayan: seta kegiatan-kegiatan lainnya yang menurut saya hanya menjadi suatu aktifitas yang utopis. Ada beberapa faktor yang menyebabkan idelogi tersebut seakan-akan mati ditelan zaman seperti kegagalan teori Marx, perbedaan konsep yang amat jelas antara keadilan dan persamaan, cenderung melahirkan kelas baru yang lebih diktator dari pada pergerakan kaum kanan, kelemahan-kelemahan internal yang menyebabkan terjadinya revisi terhadap ideologi ini (revisionisme), penggunaan metode revolusi yang tidak efektif, serta yang paling penting adalah ideologi ini hanyalah buatan manusia sebagai makhluk yang memiliki banyak keterbatasan.

Faktor pertama adalah mengenai kegagalan teori yang Marx ungkapkan, anggapan dasar yang sering didengungkan kaum marxist bahwa untuk mencapai suatu kesejahteraan yang sempurna diperlukan penghapusan terhadap semua kepemilikan sesuatu. Hal ini jelas merupakan hal yang sangat utopis mengingat pada kenyataannya, tanah (yang kali ini saya gunakan sebagai contoh) sejarah zaman dahulu sudah terdapat klaim terhadap hal tersebut (tanah) baik dimiliki oleh kelompok ataupun individu. Hal ini juga merupakan sifat dasar manusia yang selalu ingin meningkatkan kualitas dirinya yang mungkin dalam hal ini dengan memiliki sesuatu. Kemudian faktor selanjutnya adalah perbedaan konsep yang sangat mencolok antara keadilan dan persamaan. Konsep persamaan yang diberlakukan didefinisikan sebagai tindakan yang yang dilakukan secara sama dan serupa ataupun penerimaan terhadap hak-hak yang sama meskipun mempunyai latar belakang yang berbeda. Contoh mengenai hal ini adalah pemaksaan pemerintah Korea Utara dalam menyamakan seluruh model pakaian, model rambut serta cara berpenanpilan rakyatnya, contoh lain yang dapat diberikan adalah penerimaan gaji yang sama untuk para buruh meskipun para buruh tersebut memiliki skill yang berbeda-beda. Kedua contoh tersebut sangat jelas mengingkari kekuasaan Tuhan yang menciptakan manusia dengan pebedaannya. Tentu saja konsep yang sesuai untuk realita seperti itu adalah konsep keadilan dimana setiap manusya diperlakukan secara proporsional sesuai dengan kemampuan, prestasi ataupun dalam hal penerimaan hak yang jelas berbeda.

Ketidakmampuan para penguasa rezim komunis dalam memberlakukan kebijakannya yang jelas bersifat utopis –seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya-- menjadikan para pengusa tersebut terkesan memaksakan kehendaknya dalam rangka mewujudkan tujuannya. Tak jarang perbuatan-perbuatan keji pun dilakukan mulai dari membuat teror, mengasingkan sampai membunuh dapat dilakukan dengan mudah tanpa belas kasih dan jelas kegiatan tersebut dapat dikategorikan sebagai kegaiatan yang melanggar HAM. Tentu saja pengusa-penguasa rezim tersebut hanya terdiri dari beberapa orang ataupun kelompok orang yang menjadikan dirinya sebagai raja-raja baru dalam sistem sosialis-komunis yang pada akhirnya sama saja dengan membentuk suatu kelas baru – jelas hal ini sangat bertentangan dengan konsep awal sosialisme yaitu pembentukan masyarakat tanpa kelas. Kemudian dikaitkan dengan fenomena yang terjadi saat ini, dalam melakukan aksinya para aktivis mahasiswa kira cenderung menggunakan cara-cara revolusioner dalam usaha untuk mewujudkan goal-nya dan hal itu sering kali berakhir anarkis. Pembakaran ban-ban bekas, pengerusakan gedung dan fasilitas umum, membuat kerusuhan, dan berbagai tindakan lainnya yang dapat mencemarkan “pergerakan kemahasiswaan” yang katanya bergerak berlandaskan intelektualitas dan hati nurani. Jelas hal ini dapat terjadi karena sebaik apaun konsep yang manusia buat pasti akan mengalami kecacatan baik cacat yang bersifat signifikan atau tidak. Begitu juga komunisme-sosialisme ataupun paham-paham lain ciptaan manusia seperti materialisme, kapitalisme, dan feminisme pasti akan mati dan tenggelam dalam arus perubahan yang ada. Lalu….

1 komentar:

  1. Kata anarki adalah sebuah kata serapan dari anarchy (bahasa Inggris) dan anarchie (Belanda/Jerman/Perancis), yang juga mengambil dari kata Yunani anarchos/anarchia. Ini merupakan kata bentukan a (tidak/tanpa/nihil) yang disisipi n dengan archos/ archia (pemerintah/kekuasaan). Anarchos/anarchia = tanpa pemerintahan. Sedangkan Anarkis berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki.
    Indonesia memiliki banyak komunitas anarkis yang benar benar hidup dan eksistensinya memang ada, pengertian anarki di Indonesia masihlah amat sempit di akibatkan pembodohan pemerintahannya yang tidak mau tersaingi dan mempengaruhi semua elemen masyarakat dengan pembohongan publik tentang apa sebenarnya anarki itu.

    BalasHapus