Selasa, 29 September 2009

BUKAN KONTES DANGDUT

The leader sets example.
Not from what the leader says, but what the leader does
(Colin Powel)


Indonesia adalah fenomena. Di negeri ini, banyak permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh para pengambil kebijakan dengan hanya bermodalkan gelar sarjana dari universitas terkemuka di Amerika maupun Eropa, ataupun setumpuk text book yang menerangkan berbagai macam kasus permasalahan di Negara lain. Indonesia adalah negara yang luar biasa dalam hal prestasi permasalahan mikro dan makro, mulai dari permasalahan kemiskinan, jeratan utang luar negeri, kebodohan, sampai kepada larangan terbang maskapai penerbangan Indonesia ke negara-negara di kawasan Eropa lantaran tidak memenuhi standar keamanan penerbangan yang sudah disepakati masyarakat internasional. Atas hal inilah maka tidak jarang para peneliti sosial dunia menjadikan negara ini sebagai laboratorium sosial terbesar di dunia dimana banyak sekali social x-files yang masih tidak dapat terselesaikan.

Anehnya, ditengah berbagai penyakit makro kronis-menahun yang tampaknya agak susah disembuhkan dalam jangka waktu dekat seperti jeratan hutang luar negeri, kemiskinan, partisipasi pendidikan yang rendah, KKN, dan birokrasi kompleks, terdapat beberapa orang yang cukup berani, percaya diri ataupun nekat mendeklarasikan dirinya menjadi “dokter” atas “penyakit” yang sudah lama diderita ini, dengan mengincar jabatan RI-1 tentunya.

Dalam industri kepemimpinan politik Indonesia, mereka yang mencalonkan diri terdiri atas orang-orang yang dapat dikategorikan sebagai pemain lama atau incumbent dan dan para pemain baru atau new comer. Para pemain yang dapat dikategorikan sebagai “incumbent” adalah Megawati Soekarnoputri, Yusuf Kalla, Susilo Bambang Yudhoyono, dan juga Gus Dur. Sedangkan dari kubu “new comer” terdiri atas Ratna Sarumpaet, Sutiyoso, Rizal Mararanggeng, Prabowo Subianto, Wiranto, Soetrisno Bachir, Fadjroel Rachman, Yusril Izha Mahendra dan Kivlan Zen.

Terlepas dari pengklasifikasian yang sudah dikemukakan di atas, dalam sebuah negara demokrasi modern, dibutuhkan lebih dari sekedar dana kampanye yang besar, serta visi dan misi yang memikat untuk meraih simpati masa. Dibutuhkan hal lain yang dapat membuat para voters percaya bahwa orang tersebut dapat mengeluarkan bangsa ini dari lubang hitam yang semakin pekat. Kredibilitas politik dan sosial ibarat sebuat nilai kredit akademik mahasiswa yang menjadi indikator apakah seseorang telah menjalani masa perkuliahannya dengan baik, dalam konteks ini tentu yang kita bicarakan adalah apakah seseorang sudah menciptakan prestasi di ranah kebijakan publik dalam hal sosial-kemasyarakatan.


Seperti layaknya nilai kredit akademik mahasiswa yang dapat dicapai dengan belajar keras dan kesungguhan, kredibilitas politik dan sosial yang mumpuni dapat dicapai dengan seberapa besar seseorang telah dapat membuktikan bahwa dirinya berhasil menjadi problem solver atas permasalahan yang terjadi di masyarakat. Berdedikasi kepada bangsa dan negara dalam memberikan solusi kongkrit dan kontribusi atas pemecahan permasalahan bangsa selama berkarir dalam politik. Menjadikan dirinya teladan dalam membangun suatu masyarakat yang beradab, sejahtera dan berkeadilan, tidak hanya membangun serta menciptakan mimpi dan harapan ketika masa kampanye tiba.

Bagi saya kapasitas kepemimpinan seseorang adalah suatu akumulasi atas pembuktian dan aksi nyata mereka dalam membangun suatu masyarakat dengan memberikan sesuatu yang terbaik bagi orang lain. Bukan sekedar berani, bergelar lulusan perguruan tinggi terkenal, memiliki dana kampanye yang besar, dan didukung oleh kekuatan politik yang paripurna, apalagi sekedar menjadi pemenang reality show kepemimpinan bak kontes nyanyi dangdut yang kini sedang populer di Indonesia.

Kukusan, 28 Juli 2008


Note : tulisan ini dibuat untuk menanggapi keikutsertaan salah satu mahasiswa UI dalam kontes kepemimpinan mahasiswa yang dilaksanakan oleh salah satu stasiun TV swasta Indonesia. Kontes kepemimpinan mahasiswa ini didesain untuk merangsang gairah para pemimpin muda Indonesia dalam menanggapi permasalahan bangsa yang tidak kunjung usai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar